Halloween party ideas 2015



Pertanyaan:
Assalamualaikum wa rahmatullahi wa barakaatuh. Akhir-akhir ini banyak orang Islam yang meminum air yang dibacakan Quran dengan keyakinan bahwa dengan begitu mereka bisa jadi kaya atau bertambah ilmunya. Juga ada beberapa orang yang menggunakan air yang telah dibacakan Al-Quran untuk mendapat kesehatan. Mohon, saya ingin tahu apakah tindakan ini diperbolehkan di dalam Islam. Terima kasih

Jawaban oleh tim Fatwa Center IslamWeb, diketuai oleh Syekh Abdullah Faqih Asy-Syinqitti

Segala puji hanya bagi Allah, Rabb semesta alam. Saya bersaksi bahwa tiada Ilah yang hak untuk diibadahi kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya.

Tidak ada yang salah dengan membaca Al-Quran dan berdoa kepada Allah dengannya, sebagaimana diriwayatkan di dalam suatu hadis:

مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ فَلْيَسْأَلْ اللَّهَ بِهِ

Barangsiapa membaca Al-Quran, hendaknya dia meminta kepada Allah dengannya," [HR Tirmizi].

Tidak ada yang salah dengan membaca ayat-ayat Ruqyah (syar'i) di atas air untuk kemudian air itu diminum oleh seorang pasien. Ruqyah di sini terdiri atas orang yang membaca ayat-ayat Al-Quran, zikir, dan doa lalu meniupkannya di air tersebut.

Ibnu Muflih berkata: 

"Saalih bin Imam Ahmad berkata: 'Ada beberapa waktu ketika saya sakit, maka ayah saya mengambil sebaskom air dan membacakan Al-Quran di atasnya, lalu beliau bilang ke saya: minumlah ini, dan cuci wajah dan tanganmu dengannya."

Tentang minum air yang telah dibacakan Al-Quran serta keyakinan bahwa seseorang bisa menjadi kaya dab pintar karenanya, maka kami tidak tahu dalilnya dan tidak pernah kami temui ada ulama yang mengatakan hal ini.

Wallahualam bish shawwab.

Fatwa No: 334924
Tanggal: 16 Safar 1438 (16 November 2016)
Sumber: IslamWeb.Net
Penerjemah: Irfan Nugroho (Staf Pengajar di Pondok Pesantren Tahfizhul Quran At-Taqwa Sukoharjo)



Oleh Ust Uwais Abdullah, Lc (Kiai Ponpes Tahfizh Al-Quran At-Taqwa Sukoharjo)

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ يَغُضُّونَ أَصْوٰتَهُمْ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ أُولٰٓئِكَ الَّذِينَ امْتَحَنَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ لِلتَّقْوٰى ۚ لَهُمْ مَّغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ عَظِيمٌ

"Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah, mereka itulah orang-orang yang telah diuji hatinya oleh Allah untuk bertakwa. Mereka akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar," [QS. Al-Hujurat: 3].

~~~~~~~~~~~~

Kata يَغُضُّونَ memiliki akar kata yang sama dengan yang dipakai pada kalimat yang terkenal, ghudul bashar yang artinya menundukkan.

أُولٰٓئِكَ الَّذِينَ امْتَحَنَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ لِلتَّقْوٰى...

mereka itulah orang-orang yang hati mereka telah diuji hatinya oleh Allah untuk bertakwa

Yang dimaksud dengan orang-orang di ayat ini telah disebutkan di tafsir ayat-ayat sebelumnya, yaitu Abu Bakar dan Umar.

Untuk mencapai derajat takwa itu butuh ujian. Orang yang longgar lalu dia taat, itu biasa, sedang orang yang sempit lalu dia taat, maka itu luar biasa.

Disebutkan di dalam Al-Quran bahwa Allah berfirman:

أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوٓا أَنْ يَقُولُوٓا ءَامَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ

Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, "Kami telah beriman" dan mereka tidak diuji?" [QS. Al-'Ankabut: 2].

وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۖ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكٰذِبِينَ

"Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta," [QS. Al-'Ankabut: 3].

Ujian sendiri bentuknya bermacam-macam, ada yang berupa kesenangan ada yang berupa kesusahan, dan banyak manusia yang bisa bersabar ketika mendapat ujian kesusahan, lalu gagal bersabar ketika mendapat ujian berupa kesenangan.

Ada kalanya ujian itu berbentuk perintah dan larangan, karena perintah dan larangan itu bertentangan dengan hawa nafsu.

Allah berfirman di dalam Surat Al-Baqarah:

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّكُمْ ۖ وَعَسٰىٓ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ وَعَسٰىٓ أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui," [QS. Al-Baqarah: 216]

Juga di dalam firmanNya:

قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّىَ الْفَوٰحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْىَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِۦ سُلْطٰنًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Katakanlah (Muhammad), "Tuhanku hanya mengharamkan segala perbuatan keji yang terlihat dan yang tersembunyi, perbuatan dosa, perbuatan zalim tanpa alasan yang benar, dan (mengharamkan) kamu mempersekutukan Allah dengan sesuatu, sedangkan Dia tidak menurunkan alasan untuk itu, dan (mengharamkan) kamu membicarakan tentang Allah apa yang tidak kamu ketahui," [QS. Al-A'raf: 33]

Ada kalanya ujian itu berupa musibah.

Dari Mush’ab bin Sa’id -seorang tabi’in- dari ayahnya, ia berkata:

“Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling berat ujiannya?”

Beliau menjawab:

“Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat (kokoh), maka semakin berat pula ujiannya. Apabila agamanya lemah, maka ia akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang hamba senantiasa akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih dari dosa," [HR Tirmizi, Ibnu Majah, Ahmad, Ad-Darimi]

Dari Khabbab bin Al Arat berkata; "Kami mengadu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika beliau sedang berbantalkan kain selimut beliau di bawah naungan Ka'bah; "Tidakkah baginda memohon pertolongan buat kami?. Tidakkah baginda berdo'a memohon kepada Allah untuk kami?".

Beliau bersabda: "Ada seorang laki-laki dari ummat sebelum kalian, lantas digalikan lubang untuknya dan ia diletakkan di dalamnya, lalu diambil gergaji, kemudian diletakkan gergaji itu di kepalanya lalu dia dibelah menjadi dua bagian namun hal itu tidak menghalanginya dari agamanya. Tulang dan urat di bawah dagingnya disisir dengan sisir besi namun hal itu tidak menghalanginya dari agamanya. Demi Allah, sungguh urusan (Islam) ini akan sempurna hingga ada seorang yang mengendarai kuda berjalan dari Shana'a menuju Hadlramaut tidak ada yang ditakutinya melainkan Allah atau (tidak ada) kekhawatiran kepada serigala atas kambingnya. Akan tetapi kalian sangat tergesa-gesa," [HR Bukhari].

~~~~~~~~~~~~
لَهُمْ مَّغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ عَظِيمٌ

Mereka akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar,

Setiap manusia tidak ada yang luput dari kesalahan. Rasulullah saja yang mendapat jaminan ampunan dosa, beliau masih meminta ampun kepada Allah.

Ada kisah bahwa seseorang menulis surat kepada Amirul Mukminin Umar bin Khattab yang berbunyi:

"Mana yang lebih afdhal, orang yang tidak punya hasrat untuk maksiat, dan dia tidak meminta Allah, ataukah orang yang punya kecenderungan terhadap maksiat tetapi dia menjaga dirinya agar tidak terjerumus kepada maksiat?"

Maka Umar bin Khattab menjawab:

"Orang yang punya kecenderungan terhadap maksiat tetapi dia menjaga dirinya agar tidak terjerumus kepada maksiat,"

Lalu beliau membaca firman Allah di atas:

أُولٰٓئِكَ الَّذِينَ امْتَحَنَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ لِلتَّقْوٰى ۚ لَهُمْ مَّغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ عَظِيمٌ

mereka itulah orang-orang yang telah diuji hatinya oleh Allah untuk bertakwa. Mereka akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar

~~~~~~~~~~~~

وَأَجْرٌ عَظِيمٌ

pahala yang besar di sini maksudnya kenikmatan surga.
~~~~~~~~~~~~



إِنَّ الَّذِينَ يُنَادُونَكَ مِنْ وَرَآءِ الْحُجُرٰتِ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ

"Sesungguhnya orang-orang yang memanggil engkau (Muhammad) dari luar kamar(mu) kebanyakan mereka tidak mengerti," [QS. Al-Hujurat: 4]

Dari Zaid ibnu Arqam Radhiyallahuanhu yang mengatakan bahwa beberapa golongan dari orang Badui berkumpul, dan mereka mengatakan,

"Marilah kita berangkat menemui lelaki ini. Jika dia memang seorang nabi, maka kita adalah orang yang paling berbahagia karena ada dia; dan jika dia seorang malaikat, berarti kita dapat hidup dengan sayapnya."

Zaid ibnu Arqam melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia datang kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan menceritakan kepadanya apa yang telah dikatakan oleh orang-orang Badui itu.

Selanjutnya orang-orang Badui itu datang ke rumah Nabi صلى الله عليه وسلم dan mereka memanggil Nabi yang berada di dalam kamarnya,

"Hai Muhammad, hai Muhammad!"

Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala menurunkan firman-Nya:

Sesungguhnya orang-orang yang memanggil kamu dari luar kamar (mu) kebanyakan mereka tidak mengerti. (Al-Hujurat: 4)

Maka Rasulullah صلى الله عليه وسلم memegang daun telingaku dan menjewernya seraya bersabda:  Sesungguhnya Allah telah membenarkan ucapanmu, hai Zaid. Sesungguhnya Allah Swt. telah membenarkan ucapanmu, hai Zaid.

Satu dari sekian pelajaran yang bisa diambil dari kisah ini adalah hendaknya kita tidak perlu menggubris celaan manusia. Seperti disebutkan di dalam hadis:

"Jagalah Allah niscaya Ia menjagamu, jagalah Allah niscaya kau menemui-Nya dihadapanmu, bila kau meminta, mintalah pada Allah dan bila kau meminta pertolongan, mintalah kepada Allah, ketahuilah sesungguhnya seandainya ummat bersatu untuk memberimu manfaat, mereka tidak akan memberi manfaat apa pun selain yang telah ditakdirkan Allah untukmu dan seandainya bila mereka bersatu untuk membahayakanmu, mereka tidak akan membahayakanmu sama sekali kecuali yang telah ditakdirkan Allah padamu, pena-pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering. (maksudnya takdir telah ditetapkan)," [HR Tirmizi & Ahmad]

~~~~~~~~~~
لَا يَعْقِلُونَ

Tidak berakal di sini maksudnya jahil dalam ilmu agama.

Orang-orang badui itu berteriak dari luar kamar nabi, tetapi Rasulullah tetap berbuat baik kepada mereka dengan tetap menemui mereka. Itu karena Rasulullah paham bahwa seperti itulah karakter orang-orang badui yang kasar dan keras.

Itulah kenapa pernah terjadi suatu peristiwa di mana seorang badui masuk ke masjid nabawi lalu kencing di salah satu sudut masjid nabawi.

Ketika para sahabat hendak memukuli orang badui tersebut, Rasulullah melarangnya karena ada hikmah di balik larangan beliau itu.

~~~~~~~~~~



وَلَوْ أَنَّهُمْ صَبَرُوا حَتّٰى تَخْرُجَ إِلَيْهِمْ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ ۚ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Dan sekiranya mereka bersabar sampai engkau keluar menemui mereka, tentu akan lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang," [QS. Al-Hujurat: 5]

Satu dari sekian pelajaran yang bisa dipetik dari ayat ini adalah sifat sabar dan tidak tergesa-gesa. Tergesa-gesa adalah penyakit, seperti yang dikatakan oleh seorang murid Imam Malik:

Buah dari ketergesa-gesaan adalah penyesalan. Buah dari ujub adalah dibenci orang. Buah dari keras kepala adalah bingung. Buah dari ketamakan adalah kemiskinan.

Dari sinilah muncul kaidah fikih:

Barang siapa terburu-buru mendapatkan sesuatu, dia diharamkan untuk mendapatkan hal tersebut.

~~~~~~~~~
وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Allah itu Maha Pengampun dan Maha Penyayang

Di dalam hadis qudsi disebutkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

Allâh Azza wa Jalla berfirman, ‘Hai anak Adam! Sesungguhnya selama engkau berdo’a dan berharap hanya kepada-Ku, niscaya Aku mengampuni dosa-dosa yang telah engkau lakukan dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam ! Seandainya dosa-dosamu setinggi langit, kemudian engkau minta ampunan kepada-Ku, niscaya Aku mengampunimu dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam ! Jika engkau datang kepadaku dengan membawa dosa-dosa yang hampir memenuhi bumi kemudian engkau bertemu dengan-Ku dalam keadaan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu pun, niscaya Aku datang kepadamu dengan memberikan ampunan sepenuh bumi.” [HR. at-Tirmidzi, dan beliau berkata: Hadits ini hasan shahih].

Disampaikan pada:

- Kajian Rutin Selasa Malam Rabu Ke-3
- Masjid Besar Nguter, Jl. Solo-Wonogiri
- Bakda Isya



Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah berkata:

Kalau enam sifat ini terkumpul pada diri seorang wanita, maka sempurnalah kebaikannya:

1. Menjaga Salat Lima Waktu

2. Menurut kepada Suami

3. Mencari keridhaan Allah

4. Menjaga lisannya dari gosip dan ghibah

5. Zuhud terhadap dunia

6. Sabar atas turunnya musibah.

Sumber: Siyar ‘A'lam al Nubala’ oleh Imaam ad-Dhahabi

Umar bin Khattab Radhiyallahuanhu berkata:

"Tidaklah seorang pria memiliki sesuatu yang lebih baik setelah iman daripada seorang wanita yang salehah, penyayang, dan pandai merawat anak,"

Sumber: At-Targhib wat Tarhib: 1528



Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah berkata:

"Sudah kuibadahi Allah selama 50 tahun, dan belum juga kurasakan nikmatnya ibadah kecuali setelah melakukan tiga hal:

1. Aku tinggalkan upaya mencari ridha manusia, sehingga aku bisa menyampaikan kebenaran secara terbuka,

2. Aku tinggalkan pertemanan dengan orang-orang yang bermaksiat, sehingga aku hanya berteman dengan orang-orang saleh,

3. Aku tinggalkan kelezatan dunia, sehingga aku temukan kelezatan hidup akhirat."

Sumber: Siyar Alamin Nubala (11/34)



Oleh Ust Uwais Abdullah, Lc

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ (2) 

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari," [QS Al-Hujurat: 02]

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا

"Hai orang-orang yang beriman..."

Di sini Allah menyapa dengan sapaan yang khusus, yaitu orang-orang yang beriman, bukan dengan "hai sekalian manusia."

Tingkatan orang beriman (QS Fatir: 38):

1. Zalimu Linafsi, yaitu orang yang mengerjakan sebagian perbuatan yang wajib (menurut hukum agama) dan tidak meninggalkan sebagian perbuatan terlarang (haram).

2. Muqtasid, yakni orang-orang yang melaksanakan segala kewajiban agamanya dan meninggalkan arangannya, tetapi kadang-kadang ia tidak mengerjakan perbuatan yang dipandang sunah atau masih mengerjakan sebagian pekerjaan yang dipandang makruh.

3. Sabiqun bil khairat, yaitu orang yang selalu mengerjakan amalan yang wajib dan sunah, meninggalkan segala perbuatan yang haram dan makruh serta sebahagian hal-hal yang mubah (dibolehkan).

لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِي

"janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi,"

Ayat ini turun berkaitan dengan sebuah kisah di dalam Sahih Bukhari:

"Hampir saja kedua orang yang terbaik binasa (yaitu Abu Bakar dan Umar) karena keduanya meninggikan suaranya di hadapan Nabi صلى الله عليه وسلم di saat datang kepada beliau kafilah Bani Tamim.

Lalu salah seorang dari keduanya berisyarat kepada Al-Aqra' ibnu Habis r.a. saudara lelaki Bani Mujasyi', sedangkan yang lain berisyarat kepada lelaki lainnya. Nafi' mengatakan bahwa dia tidak ingat lagi nama lelaki itu.

Maka Abu Bakar berkata, "Engkau ini tidak lain kecuali bersikap berbeda denganku."

Umar menjawab, "Aku tidak berniat berbeda denganmu."

Maka suara keduanya kuat sekali memperdebatkan hal tersebut, lalu sehubungan dengan peristiwa itu Allah Swt. menurunkan firman-Nya: 

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara)  sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala)  amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari," [Al-Hujurat: 2]

Salah satu pelajaran yang bisa diambil dari kisah di atas adalah mudahnya Abu Bakar dan Umar untuk saling akur setelah berdebat setelah mendapat petunjuk dari Quran dan Sunnah.

Syekh Utsaimin berkata:
- Orang kalau sudah cinta kepada seseorang, maka semua yang dilakukan oleh orang yang dicintai itu akan dipandang baik semuanya;

- Orang kalau sudah kadung benci kepada seseorang, maka semua yang dilakukan oleh orang yang dibenci itu akan dipandang buruk semuanya.

Tersebutlah bahwa Sabit ibnu Qais ibnu Syammas adalah seseorang yang memiliki suara  yang keras. Maka ia berkata, "Akulah yang sering meninggikan suaraku di atas suara Rasulullah صلى الله عليه وسلم Maka aku termasuk ahli neraka, Semua amalku dihapus."

Lalu ia duduk di tempat tinggal keluarganya dengan hati yang sedih dan tidak mau keluar lagi.

Maka Rasulullah صلى الله عليه وسلم merasa kehilangan dia, lalu sebagian orang berangkat menemuinya di rumahnya. Mereka berkata kepadanya bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم merasa kehilangan dia, dan mereka menanyakan mengenai penyebabnya.

Sabit ibnu Qais menjawab, "Akulah orang yang sering meninggikan suaraku di atas suara Nabi صلى الله عليه وسلم dan aku sering berkata dengan suara yang keras kepada beliau; maka semua amalku dihapuskan dan aku termasuk ahli neraka."

Lalu mereka kembali kepada Nabi صلى الله عليه وسلم dan menceritakan kepadanya apa yang telah dikatakan olehSabit ibnu Qais. Maka Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:

"لَا بَلْ هُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ"

"Tidak, bahkan dia termasuk penghuni surga,"

Anas r.a. mengatakan, "Sejak saat itu kami melihatnya berjalan di antara kami, sedangkan kami mengetahui bahwa dia termasuk ahli surga. Ketika Perang Yamamah terjadi, kami mengalami tekanan dari pihak musuh hingga terpukul mundur. Maka datanglah Sabit ibnu Qais ibnu Syammas dalam keadaan telah memakai kapur barus dan mengenakan kain kafan lalu berkata, "Alangkah buruknya apa yang dianjurkan oleh teman-teman kalian," Kemudian ia maju ke barisan musuh dan memerangi mereka hingga ia gugur sebagai syuhada, semoga Allah melimpahkan rida-Nya kepadanya.

وَلا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْض

"dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap sebagian yang lain,"

Maksudnya, jangan memanggil Rasulullah صلى الله عليه وسلم secara menjangkar seperti, "Hai Muhammad.".

Nah, jika memanggil Rasulullah صلى الله عليه وسلم secara njangkar saja dilarang, maka menghina beliau adalah dosa yang besar, bahkan bisa membatalkan keislaman pelakunya.

Di ayat lain Allah berfirman:

{لَا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا}

"Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain)," [An-Nur: 63].

Di ayat ini Allah lebih jelas menyatakan tentang larangan memanggil Rasulullah secara njangkar.

Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

"إِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ لَا يُلقي لَهَا بَالا يُكْتَبُ لَهُ بِهَا الْجَنَّةُ. وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَط اللَّهِ لَا يُلقي لَهَا بَالًا يَهْوِي بِهَا فِي النَّارِ أَبْعَدَ مَا بَيْنَ السموات وَالْأَرْضِ"

"Sesungguhnya seseorang benar-benar mengucapkan suatu kalimat yang diridai Allah Swt., sedangkan dia tidak menyadarinya, hingga ditetapkan baginya surga karenanya. Dan sesungguhnya seseorang benar-benar mengucapkan suatu kalimat yang dimurkai Allah Swt. tanpa ia sadari, hingga menjerumuskan dirinya ke dalam neraka karenanya, lebih jauh dari jarak antara langit dan bumi," [HR Muslim].

Juga, dari ayat ini dapat diambil pelajaran tentang menghormati para ulama, karena para ulama adalah pewaris Nabi.

Poin terakhir inilah yang saat ini muncul di kalangan anak muda muslim di Indonesia, di mana mereka berani mencela ulama.

Ibnu Asyakir berkata:

"Siapa saja yang melepaskan lisannya untuk mencela ulama, maka Allah akan memberi bencana padanya dengan kematian hatinya sebelum kematian jasadnya."

Abu Bakar IBNUL AROBI (bukan IBNU AROBI yang merupakan tokoh sufi sesat, musuh Ibnu Taimiyyah) menyatakan makruh hukumnya meninggikan suara di kuburan Nabi صلى الله عليه وسلم. Inilah pendapat Ibnu Katsir Rahimahullah.

أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُون

"Supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari," [Akhir Ayat 2 Surat Hujurat]

Sekedar mengeraskan suara, tanpa bermaksud menghina nabi صلى الله عليه وسلم, bisa membuat hapusnya amal. Kalau sekedar meninggikan suara di hadapan Nabi ,صلى الله عليه وسلم saja bisa membuat hapusnya pahala amal, maka meninggikan suara dengan maksud menghina Nabi صلى الله عليه وسلم bisa berakibat kepada kekufuran.


Tanya-Jawab:
~~~~~~~~
Pertanyaan 01:
Bagaimana hukum mencela ulama?

Jawaban:
Mencela para ulama perlu dirinci:

1. Apabila seorang ulama memiliki bentuk tubuh yang tidak sempurna, atau memiliki akhlak yang buruk, maka mencela mereka adalah dosa besar, tetapi tidak termasuk kekafiran.

2. Apabila seseorang mencela ulama yang menyampaikan syariat yang lurus, maka hal itu termasuk istiza, "Apakah dengan Allah dan ayat-ayatNya kalian berolok-olok? Sungguh kalian telah kafir setelah beriman..."

Pertanyaan 02:
Bagaimana hukum mengucapkan Sayyidina Muhammad?

Jawaban:
Sebagian orang mengucapkan Sayyidina dengan maksud untuk menghormati Nabi, karena berlandaskan pada hadis, "Aku ini adalah sayyid di hari kiamat.."

Sebagian orang tidak mengucapkan Sayyidina dengan maksud menghormati Nabi, yaitu karena Nabi melarang para sahabat memanggil "sayyid".

Lihat fatwa Syekh Munajjid



Oleh Ust Abdullah Manaf Amin

الَّذِينَ ءَامَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram," [QS. Ar-Ra'd: 28].

Berkata Hasan Al-Bashri (seorang Tabiin yang pernah ditahnik oleh Ummu Salamah Radhiyallahuanha):

"Carilah manisnya atau ketentraman hidup dalam tiga hal:

1) ketika kamu salat;

Suatu ketika Rasulullah sedang safar bersama Bilal, lalu beliau berkata kepada Bilal:

"Wahai Bilal, kerinduanku kepada Allah terobati dengan salat."

Maksudnya adalah salat sunah. Silakan berlama-lama dengan salat sunah, karena ketika salat fardhu adakalanya terdapat beberapa gangguan seperti bayi yang menangis sehingga Rasulullah mempercepat salatnya, dan lain sebagainya.

2) ketika kamu berzikir;

Syekh Abdullah Manaf Amin sangat menganjurkan zikir pagi dan zikir sore. Tentang zikir pagi dan sore, Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah ditanya, "Kenapa ada perbedaan antara zikir pagi dan zikir sore?"

Beliau menjawab:

"Kemungkinan karena setelah salat subuh dan salat ashar tidak ada salat sunah bakdiyah, maka zikir pagi dan zikir sore itu adalah gantinya."

Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِي جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ

"Barang siapa yang shalat subuh berjama'ah kemudian duduk berdzikir sampai matahari terbit yang dilanjutkan dengan shalat dua raka'at, maka dia mendapatkan pahala seperti pahala haji dan umrah." dia (Anas radliallahu 'anhu) berkata, Rasulullah bersabda: "Sempurna, sempurna, sempurna," [HR Tirmizi. Tirmizi: Hasan Gharib].

Salah seorang ulama berkata:

"Dengan zikir, akan hilang ketulian hati, akan hilang kebisuan yang membungkam mulut, akan hilang kegelapan dari mata, ini semua dijadikan hiasan oleh Allah bagi orang-orang yang berzikir kepadaNya."

"Zikir adalah senjata untuk melawan orang yang akan membegal (hati kita dari ketaatan). Zikir adalah obat bagi berbagai macam penyakit."

3) ketika kamu membaca Al-Quran.

Tentang Al-Maidah 51, terjemahan yang menurut Syekh Abdullah Manaf Amin lebih selamat adalah terjemahan tahun 1965, yang di dalamnya Auliya diterjemahkan sebagai teman setia.

Tentang Auliya yang diterjemahkan sebagai teman setia, Syekh Abdullah Manaf Amin berkata:

"Kalau menjadikan teman setia saja tidak boleh, apalagi menjadikan mereka sebagai pemimpin. Maka hal itu lebih tidak boleh lagi."

Tentang membaca Al-Quran, apakah harus dengan pemahaman atau tidak, Imam Ahmad berkata:

_"Saya bermimpi ketemu Allah, dan beliau bertanya: 'Ya Allah, jalan apa yang Engkau cintai bagi orang yang ingin taqarub kepadaMu?'

Allah menjawab, 'Membaca Al-Quran.'

Imam Ahmad bertanya lagi, _"Dengan pemahaman atau tidak?"_

Allah menjawab, _"Dengan pemahaman atau tidak disertai dengan pemahaman."_

[Lihat Minhajul Qasidin, Ibnu Qudamah].

Kemudian Hasan Al-Bashri melanjutkan:

"Kalau ketiga hal ini kamu dapati, maka itulah ketenangan. Tetapi apabila kamu tidak mendapati ketenangan pada tiga hal tersebut, maka ketahuilah bahwa pintu hatimu tertutup."

Ahad, 30 Oktober 2016
Diberdayakan oleh Blogger.