Halloween party ideas 2015
Tampilkan postingan dengan label Tanya-Jawab. Tampilkan semua postingan


Pertanyaan:
Mungkinkah menggunakan Alquran sebagai obat dari penyakit fisik? Jika iya, dapatkah Anda menyebutkan nama seseorang yang spesialis di bidang ini?

Jawaban oleh Tim Fatwa IslamWeb, di bawah pengawasan Syeikh Abdullah Faqih Asy-Syinqiti
Segala puji hanya bagi Allah, Rabb semesta alam. Saya bersaksi bahwa tidak ada Illah yang hak untuk diibadahi kecuali Allah, dan Muhammad adalah HambaNya dan UtusanNya.

Banyak manusia yang percaya bahwa Quran adalah obat bagi beberapa penyakit tertentu, seperti epilepsi (kejang), juga gejala-gejala lainnya yang berkaitan dengan kesurupan, tetapi bukan penyakit jasmani (fisik).

Hal ini bertentangan dengan ayat-ayat Alquran dan hadis yang relevan, yang menunjukkan bahwa Alquran adalah obat bagi penyakit jasmani.

Selain itu, Adzkar (zikir dan wirid) dan doa-doa yang sahih yang diajarkan oleh Rasulullah adalah obat bagi penyakit jasmani.

Allah berfirman, “Dan telah Kami turunkan Alquran sebagai penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman,” (QS Al-Isra: 82).

Ayat-ayat Alquran adalah penawar (obat) dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. Ibnu As-Sa’di Rahimahullah berkata bahwa Alquran mengandung penawar bagi semua penyakit, termasuk penyakit jasmani.

Allah berfirman, “Katakanlah, “Ia, bagi mereka yang beriman, adalah petunjuk dan penawar,” (QS 41: 44).

Ibnu As-Sa’di Rahimahullah mengambil kesimpulan dari ayat ini bahwa Alquran mengandung penawar bagi semua penyakit jasmani, dan juga penyakit hati, pikiran, dan jiwa.

Berikut adalah dalil sahih dari As-Sunah yang menunjukkan bahwa Alquran adalah penawar bagi penyakit jasmani:

1. Ketika Abu Said Al-Khudri Radhiyallahuanhu membaca Surat Al-Fatihah sebagai ruqyah (Quranic healing) bagi seorang nonmuslim yang sakit, Allah menyembuhkannya. Ketika Abu Said Al-Khudri Radhiyallahuanhu menyampaikan hal tersebut kepada Rasulullah , maka Rasulullah mengizinkan apa yang telah dilakukan Abu Said Al-Khudri, (HR Bukhari).

Ibnul Qayyim Rahimahullah, mengambil kesimpulan dari hadis ini bahwa dampak dari membaca Alquran sebagai ruqyah untuk menyembuhkan beberapa penyakit adalah lebih baik daripada dampak yang dihasilkan dari obat-obatan.

2. Rasulullah terbiasa membacakan Surat Al-Falaq dan An-Naas kepada anggota keluarganya yang sakit. Imam Muslim meriwayatkan hadis ini dari Ibunda Aisyah Radhiyallahuanha.

Ada banyak dalil yang berkaitan tentang masalah ini, tetapi apa yang telah disebutkan di atas kiranya mencukupi. Agar ruqyah benar-benar efektif sebagai penyembuh, orang yang meruqyah dan diruqyah harus memiliki keyakinan yang tulus kepada Allah .

Kami tidak bisa menyebutkan satu nama siapa yang bisa melakukan ruqyah kepada Anda. Ada banyak orang saleh yang bisa melakukannya, dan kami yakin Anda pun bisa menemukan salah satu dari mereka. Wallahu’alam bish shawwab.

Sumber:

Terjemah:
Irfan Nugroho

Staf pengajar di Pondok Pesantren Tahfidzul Quran At-Taqwa Sukoharjo




Pertanyaan:
Ketika Rasulullah meninggal dan Abu Bakar Radhiyallahuanhu menggantikan beliau, adalah Hafsah yang dipilih untuk menyimpan salinan pertama mushaf Alquran. Saya ingin tahu makna dari pernyataan, “Adalah Hafsah yang dipilih untuk menyimpan salinan pertama mushaf Alquran.”

Jawaban oleh Tim Fatwa IslamWeb, di bawah pengawasan Syeikh Abdullah Faqih Asy-Syinqiti
Segala puji hanya bagi Allah, Rabb semesta alam. Saya bersaksi bahwa tidak ada Illah yang berhak disembah kecuali Allah, dan bahwa Muhammad adalah Hamba dan Rasul-Nya.

Memang diketahui bahwa Abu Bakar Radhiyallahuanhu adalah yang pertama mengumpulkan Alquran, dan hal ini merupakan usulan dari Umar bin Khattab Radhiyallahuanhu ketika terlalu banyak Sahabat penghafal Quran yang terbunuh ketika terjadi perang melawan orang-orang murtad.

Jadi, para sahabat setuju dengan Abu Bakar Radhiyallahuanhu dalam hal ini, karena di masa Nabi , Alquran tidak terkumpul di dalam satu mushaf (jilid).

Setelah kepergian Abu Bakar dan Umar Radhiyallahuanhuma, Alquran disimpan oleh Hafsah sesuai perintah ayahnya, Umar bin Khattab Radhiyallahuanhu.

Zaid bin Tsabit meriwayatkan kisah pengumpulan Alquran oleh Abu Bakar Radhiyallahuanhu, bahwa mushaf itu ada bersama Abu Bakar ketika beliau hidup dan bersama Umar bin Khattab Radhiyallahuanhu ketika beliau hidup, sampai beliau meninggal dunia. Lalu penjagaan mushaf ini diserahkan kepada Hafsah binti Umar bin Khattab, (HR Bukhari).

Di dalam Fathul Bari disebutkan, “Ungkapan “lalu penjagaan mushaf diserahkan kepada Hafsah binti Umar” berarti setelah kepergian Umar, atau selama kekhalifahan Utsman, yang pada masa itu mushaf ditulis. Mushaf itu disimpan di rumah Hafsah sebagaimana perintah Umar. Jadi, kumpulan mushaf yang dilakukan pada masa Umar disimpan oleh hafsah, sampai penguasa umat Islam saat itu (Utsman) meminta mushaf tersebut dari Hafsah binti Umar.”

Wallahu’alam

Sumber:

Terjemah:
Irfan Nugroho
Staf pengajar di Pondok Pesantren Tahfidzul Quran At-Taqwa Sukoharjo

Foto: O2-Fresh

Pertanyaan:
Saya selalu membawa Quran, ke mana pun saya bepergian, karena saya gemar tadarus Alquran. Saya sering menaruhnya di tas.

Apa yang harus saya lakukan ketika saya keluar ke suatu tempat, dan saya harus pergi ke kamar mandi. Saya tidak bisa meninggalkan Quran saya di luar karena seseorang bisa saja mencurinya sehingga saya hanya menaruhnya di dalam tas dan membawanya ke dalam kamar mandi.

Boleh kah hal tersebut? Ingat, toilet umum di Amerika biasanya memiliki ruangan yang luas, dan ada beberapa toilet kecil di dalamnya. Di mana saya boleh membawa tas saya?

Jawaban oleh Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid

الحمد لله
إذا تمكنت من إبقائه خارجا فهذا جيد ، وإذا خشيت عليه من السرقة أو الضياع فلا بأس من أن تدخله معك الحمام وهو في الحقيبة ، وإذا جعلت الحقيبة بعيدة عن المرحاض فهذا هو الأكمل والأحسن . والله تعالى أعلم .


Jika Anda bisa membiarkannya di luar (kamar mandi), maka itu bagus. Tetapi jika Anda khawatir bahwa Quran Anda dicuri atau hilang, maka tidak apa-apa membawanya masuk ke kamar mandi jika Quran itu ditaruh di dalam wadah atau tas. Akan tetapi, menaruh tas di luar toilet adalah lebih baik. Wallahu’alam bish shawwab.

Sumber:
http://islamqa.info/en/6223

Terjemah:
Irfan Nugroho
Staf pengajar di Pondok Pesantren Tahfidzul Quran At-Taqwa Sukoharjo.
===============
UNDANGAN TERBUKA: http://goo.gl/em7HV8
INFO PENDAFTARAN: http://goo.gl/z1aqN4
===============
Untuk berlangganan tausiyah:
Telegram.me/pptqattaqwa
Facebook.com/pptqattaqwa
WA: +6285647172180
www.el-taqwa.com
===============
Zakat, Infak, Sedekah:
(BRI): 6913-01-018205-53-4
a/n PP Tahfizhul  Qur'an At-Taqwa
Konfirmasi: +6285647172180



Pertanyaan:
Bolehkah mengambil atau membawa mushaf Alquran dengan tangan kiri?


Jawaban oleh Syeikb Abdul Aziz bin Baaz Rahimahullah
Alhamdulillah.
Saya tidak tahu apa-apa tentang hal tersebut, meskipun mengambil Alquran dengan tangan kanan adalah lebih baik.

Tangan kanan adalah lebih disukai di dalam hanyak hal dan Rasulullah ﷺ terbiasa memulai dengan bagian kanan ketika bersuci, menyisir rambut, dan beliau ﷺ terbiasa menggunakan tangan kanannya untuk mengambil sesuatu, memberi, juga untuk berjabat tangan dan lain sebagainya, juga, ia terbiasa menggunakan tangan kiri untuk selainnya.

Jika ada keperluan untuk mengambil mushaf Alquran dengan tangan kiri, karena tangan kanannya kecapaian atau semisalnya, maka tidak ada yang salah dengannya, in sya Allah. Hal ini karena kedua tangan bekerja secara bersama-sama, dan tidak ada niat ketika mengambil mushaf dengan tangan kiri untuk menunjukkan ketidaksopanan dan ketidakhati-hatian.

Sebaliknya, hal itu menunjukkan kerja sama antara satu tangan dengan tangan yang lainnya, dan keduanya bekerja bersama-sama.

Jika dia memegangnya dengan tangan kiri dan membacanya, atau dengan tangan kanan dan membacanya, maka tidak ada yang salah dengannya, in sya Allah, tetapi memegangnya dengan tangan kanan adalah lebih disukai dan lebih baik, karena seperti apa yang telah kami sebutkan di atas tentang tangan kanan yang lebih disukai saat mengambil sesuatu, memberi, makan, dan lain sebagainya.


Sumber:
Fataawa Noor ‘Ala al-Darb: 1/333
http://islamqa.info/en/128905

Terjemah:
Irfan Nugroho
Staf pengajar di Pondok Pesantren Tahfidzul Quran At-Taqwa Sukoharjo
===============
UNDANGAN TERBUKA: http://goo.gl/em7HV8
INFO PENDAFTARA: http://goo.gl/z1aqN4
===============
Untuk berlangganan tausiyah:
Telegram.me/pptqattaqwa
Facebook.com/pptqattaqwa
WA: +6285647172180
www.el-taqwa.com
===============
Zakat, Infak, Sedekah:
(BRI): 6913-01-018205-53-4
a/n PP Tahfizhul  Qur'an At-Taqwa
Konfirmasi: +6285647172180


Pertanyaan:
Apakah kita menganggap pembentukan organisasi-organisasi Islam, yang merangkul para pemuda dan membimbing mereka berdasarkan ajaran Islam di beberapa negara Muslim, sebagai salah satu kegiatan positif di zaman kontemporer ini?

Jawaban oleh Syeikh Abdul Aziz bin Baaz Rahimahullah
Tidak diragukan lagi bahwa organisasi-organisasi semacam ini memberi keuntungan bagi umat Islam. Tetapi, mereka harus mencurahkan upaya yang lebih besar pada menjelaskan kebenaran yang didukung dengan hujjah.

Mereka tidak seharusnya bersengketa dengan kelompok lain. Bahkan, mereka perlu bekerja sama, bertukar nasihat, dan menggelar kegiatan amal kebaikan, serta menghindari apa saja yang bisa mengganggu keharmonisan hubungan yang saling menguntungkan tersebut.

Jadi, tidak ada yang salah dengan memiliki organisasi-organisasi (Islam) selama organisasi tersebut menyeru kepada Quran dan Sunah atau apa saja yang diriwayatkan dari Nabi صلى الله عليه وسلم.

Sumber:
AliftaNet - Situs Resmi Lajnah Daimah


Pertanyaan:
Bagaimana hukum mencium mushaf Alquran jika terjatuh dari tempat yang tinggi?

Jawaban oleh Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz
Alhamdulillah. Kami tidak mengetahui adanya dalil yang menganjurkan bahwa hal tersebut (mencium Alquran) adalah sesuatu yang diajarkan di dalam syariat untuk menciumnya.

Akan tetapi, jika seseorang melakukannya, maka tidak ada yang salah dengannya. Diriwayatkan bahwa Sahabat mulia, Ikrimah bin Abi Jahl Radhiyallahuanhu biasa mencium mushaf Alquran dan berkata, “Ini adalah kalam Rabb kami.”

Apapun itu, tidak ada yang salah dengan mencium Alquran, tetapi tidak ada anjuran untuk melakukannya dan tidak ada yang mengindikasikan bahwa hal tersebut terdapat di dalam syariat.

Akan tetapi, jika orang mencium Alquran sebagai bentuk pemuliaan dan penghormatan (terhadap Alquran) jika ia terjatuh dari tangannya atau dari suatu tempat yang tinggi, maka tidak ada yang salah dengan hal tersebut, in sya Allah.

Sumber:

Terjemah: Irfan Nugroho
Staf pengajar di Pondok Pesantren Tahfidzul Quran At-Taqwa Nguter-Sukoharjo.

===============
Info Pendaftaran Santri Baru PPTQ At-Taqwa Nguter-Sukoharjo, klik > http://goo.gl/z1aqN4
===============
Untuk berlangganan tausiyah:

Telegram.me/pptqattaqwa
Facebook.com/pptqattaqwa
WA: +6285647172180
www.el-taqwa.com
===============


Pertanyaan:
Apa saja tanda-tanda bahwa Allah mencintai seorang hamba, serta bagaimana kita mendapatkan kecintaan Allah?

Jawaban oleh Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid

Alhamdulillah. Allah berfirman:

قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ  يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَـكُمْ ذُنُوْبَكُمْ  ؕ  وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Katakanlah (Muhammad), "Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang," [QS. Ali 'Imran: 31].

إِذَا أَحَبَّ اللَّهُ الْعَبْدَ نَادَى جِبْرِيلَ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ فُلَانًا فَأَحْبِبْهُ فَيُحِبُّهُ جِبْرِيلُ فَيُنَادِي جِبْرِيلُ فِي أَهْلِ السَّمَاءِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ فُلَانًا فَأَحِبُّوهُ فَيُحِبُّهُ أَهْلُ السَّمَاءِ ثُمَّ يُوضَعُ لَهُ الْقَبُولُ فِي الْأَرْضِ

"Apabila Allah mencintai seorang hamba-Nya, Dia memanggil Jibril: "Sesungguhnya Allah mencintai si anu maka cintailah dia". Maka jibril mencintai hamba itu lalu Jibril berseru kepada penduduk langit;; "Sesungguhnya Allah mencintai si anu, maka cintailah dia". Maka seluruh penduduk langit mencintai hamba itu, kemudian orang itu pun dijadikan bisa diterima oleh penduduk bumi," [HR Bukhari & Muslim].

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ قَالَ مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ وَلَئِنْ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Allah berfirman; Siapa yang memusuhi wali-KU, maka Aku umumkan perang kepadanya, dan hamba-Ku tidak bisa mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada yang telah Aku wajibkan, jika hamba-Ku terus menerus mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan sunnah, maka Aku mencintai dia, jika Aku sudah mencintainya, maka Akulah pendengarannya yang ia jadikan untuk mendengar, dan pandangannya yang ia jadikan untuk memandang, dan tangannya yang ia jadikan untuk memukul, dan kakinya yang dijadikannya untuk berjalan, jikalau ia meminta-Ku, pasti Kuberi, dan jika meminta perlindungan kepada-KU, pasti Ku-lindungi," [HR Bukhari].

A. Keutamaan Membaca Alquran

1. Abu Umamah Radhiyallahuanhu meriwayatkan bahwa ia mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, “Bacalah Al-Quran (secara rutin) karena ia akan menjadi syafaat bagi pembacanya di Hari Kebangkitan,” (HR Muslim).

2. Utsman bin Affan Radhiyallahuanhu meriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al-Quran dan mengajarkannya kepada orang lain,” (HR Bukhari).

3. Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahuanhu meriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa membaca satu huruf dari Kitabullah (Al Qur`an), maka baginya satu pahala kebaikan dan satu pahala kebaikan akan dilipat gandakan menjadi sepuluh kali, aku tidak mengatakan Alif Laam Miim itu satu huruf, akan tetapi Alif satu huruf, Laam satu huruf dan Miim satu huruf,” (HR Tirmizi).

B. Keutamaan Berzikir
1. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa bertasbih kepada Allah sehabis shalat sebanyak tiga puluh tiga kali, dan bertahmid kepada Allah tiga puluh tiga kali, dan bertakbir kepada Allah tiga puluh tiga kali, hingga semuanya berjumlah sembilan puluh sembilan, -dan beliau menambahkan- dan kesempurnaan seratus adalah membaca Laa ilaaha illallah wahdahu laa syariika lahu, lahul mulku walahul walahul hamdu wahuwa 'alaa kulli syai'in qadiir, maka kesalahan-kesalahannya akan diampuni walau sebanyak buih di lautan,” (HR Muslim).

2.      Abu Huraira Radhiyallahuanhu meriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa mengucapkan 'Subhanallah wabihamdihi Maha suci Allah dan segala pujian hanya untuk-Nya' sehari seratus kali, maka kesalahan-kesalahannya akan terampuni walaupun sebanyak buih di lautan,” (HR Bukhari & Muslim).

3.      Abu Musa Radhiyallahuanhu meriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Permisalan orang yang mengingat Rabbnya dengan orang yang tidak mengingat Rabbnya seperti orang yang hidup dengan yang mati,” [HR Bukhari].

C. Keutamaan Berselawat kepada Nabi ﷺ

1.      Allah ﷻ berfirman:
إِنَّ ٱللَّهَ وَمَلَٰٓئِكَتَهُۥ يُصَلُّونَ عَلَى ٱلنَّبِيِّۚ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ صَلُّواْ عَلَيۡهِ وَسَلِّمُواْ تَسۡلِيمًا ٥٦

“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya,” (QS Al-Ahzab: 56).

2.      ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Aas meriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa bershalawat kepadaku satu kali maka Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali,” [HR Muslim]. Wallahu’alam bish shawwab..

Sumber:
http://islamqa.info/en/10117

Terjemah: Irfan Nugroho
Staf pengajar di Pondok Pesantren Tahfizul Quran At-Taqwa Nguter-Sukoharjo.


Pertanyaan:
Bolehkah menahan diri dari mengutuk seseorang terkait perbuatan makruh yang dia lakukan, dengan tujuan agar hati mereka menjadi lunak?
 
Jawaban oleh Syeikh Abdul Aziz bin Baaz Rahimahulah
Alhamdulillah…
Hal ini tidak hanya berlaku pada perbuatan makruh, tetapi juga pada beberapa kemaksiatan.

Sebagai contoh, seseorang bisa saja melakukan suatu dosa tetapi tidak dengan dosa-dosa yang lainnya. Jadi, ia (si pendakwah) seharusnya memulai dari perbuatan dosa yang paling serius, lalu berpindah ke dosa yang kurang serius.

Sebagai contoh, jika ada orang yang tidak melakukan shalat, dan dia juga durhaka kepada orang tuanya, atau dia dicurigai sebagai peminum alkohol, atau dosa-dosa yang lainnya. Orang yang hendak menasihatinya harus memulainya dari masalah shalat, dan menjelaskan kepadanya betapa pentingnya urusan shalat, dan meninggalkan shalat adalah suatu kekufuran.

Jika ia (pelaku maksiat) mulai melakukan shalat, maka orang yang hendak menasihatinya bisa mulai menjelaskan perbuatan maksiat yang lainnya, tetapi jika ia menilai ada manfaat dari perbuatannya tersebut (menasihati orang yang baru mulai shalat tadi –pentj).

Jika dia (si pendakwah) menilai bahwa mengutuk mereka semua tidak akan berpengaruh terhadap tujuan dakwah, dan dia berharap bahwa Allah akan membimbingnya dalam mendakwahi mereka, maka tidak ada yang salah dengan perbuatan tersebut, karena Allah berfirman:

فَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ مَا ٱسۡتَطَعۡتُمۡ وَٱسۡمَعُواْ وَأَطِيعُواْ ١٦

Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah…” (QS Ath-Thaghabun: 16).

Rasulullah menyeru manusia kepada Islam dan meminta mereka meninggalkan sirik sebelum beliau mengutuk perbuatan maksiat yang tingkat keseriusannya di bawah kesirikan yang mereka kerjakan, (Majmu’ Fataawa Ibn Baaz, 9/418).

Sumber:
http://islamqa.info/en/11528

Terjemah: Irfan Nugroho
Staf pengajar di Pondok Pesantren Tahfidzul Quran At-Taqwa Nguter-Sukoharjo.


Pertanyaan:
Apakah boleh mengizinkan penganut Kristen, Yahudi atau nonmuslim lainnya untuk memasuki masjid dalam suatu kunjungan? Beberapa negara muslim menyelenggarakan kunjungan seperti ini bagi beberapa orang yang mengunjungi masjid.

Jawaban oleh Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid
Alhamdulillah…
Tidak ada yang salah dengan nonmuslim yang memasuki masjid jika hal itu dilakukan untuk tujuan syar’i atau untuk alasan yang diperbolehkan, seperti mendengarkan ceramah, minum air (jika nonmuslim tersebut tinggal di wilayah yang dilanda kekeringan dan masjid memiliki air –pent), dan lain sebagainya, karena Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam mengizinkan beberapa delegasi nonmuslim untuk tinggal di Masjid Nabawi agar mereka bisa melihat orang-orang melaksanakan shalat serta mendengarkan bacaan Quran dan ceramah beliau, dan agar mereka (umat Islam kala itu) dapat menyeru mereka (delegasi nonmuslim) untuk memenuhi panggilan Allah (masuk Islam) secara langsung. Dan Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam mengikat Thumaamah bin Athaal al-Hanafi di masjid beliau ketika beliau membawanya sebagai tawanan perang, dan Allah memberinya hidayah untuk menjadi seorang muslim. Wallahu’ waliiyut taufiiq.

Dikutip dari Majmu’ Fatawa wa Maqaalat Mutanawwi’ah li Samaahat al-Syaikh al-Allamah Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz Rahimahullah, vol. 8, hal.356.

Tetapi terkait sekelompok turis (wisatawan) yang memasuki masjid hanya untuk melihat-lihat, ditemani oleh perempuan yang berdandan tidak semestinya atau membawa kamera, yang memasuki masjid tanpa ada rasa hormat sama sekali, maka ini adalah perbuatan yang salah kaprah yang tidak boleh diijinkan. Wallahul musta’aan.

Sumber:
http://islamqa.info/en/9444

Terjemah:
Irfan Nugroho
*Staf pengajar di Pondok Pesantren Tahfidzul Quran At-Taqwa Nguter-Sukoharjo



Pertanyaan:
Apakah mendengarkan bacaan surat al Kahfi dianggap sama pahalanya dengan orang yang membacanya ?

Jawaban oleh Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid

Alhamdulillah..
Pahala membaca surat al Kahfi pada hari Jum’at terbatas hanya kepada orang yang membacanya saja.

Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

( مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ ) رواه البيهقي، وصححه الشيخ الألباني رحمه الله في " صحيح الجامع".

Barangsiapa yang membaca surat al Kahfi pada hari Jum’at, maka akan diberi cahaya antara dua hari jum’at," (HR. Baihaqi, dan dishahihkan oleh Syeikh al Baani –rahimahullah- dalam ‘Shahihul Jami’).

Sebagaimana yang telah diketahui bersama bahwa orang yang mendengarkan bacaan, tidak dianggap sama dengan mereka membacanya.

Oleh karenanya, barangsiapa yang menginginkan pahala dalam hadits tersebut, maka hendaknya membaca surat al Kahfi dan tidak cukup dengan mendengarkan saja.

Akan tetapi, bagi mereka yang bacaanya belum baik, maka dengarkanlah bacaan dari orang lain, dengan tetap mengharap pahala yang dijanjikan, sebagaimana pahala yang membacanya; karena ketulusan niat, dan kesungguhannya untuk membaca sesuai kemampuannya.

Telah dijelaskan sebelumnya pada jawaban soal nomor: 10700, hadits-hadits yang menjelaskan tentang keutamaan membaca surat al Kahfi, maka silakan anda merujuk ke sana.

Wallahu a’lam.

Sumber:
http://islamqa.info/id/197900


Pertanyaan:
Bagaimana hukum meninggalkan (menaruh) mushaf Quran dalam keadaan terbuka (tidak ditutup) setelah dibaca?

Jawaban oleh Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid
Alhamdulillah…
Tidak ada yang salah dengan meninggalkan mushaf Quran dalam keadaan terbuka jika Anda ingin kembali lagi untuk membacanya, kecuali jika hal tersebut (meninggalkannya dalam keadaan terbuka) justru berujung pada timbulnya perlakuan yang tidak sopan (semestinya) atau membuatnya kotor, berdebu atau yang serupa lainnya. Jika memang demikian, maka mushaf Quran tersebut hendaknya ditutup agar terlindungi.

Meski demikian, lebih baik menutup mushaf Quran ketika Anda selesai membacanya, agar mushaf dapat terlindungi dari debu dan sebagainya. Jika tidak ada alasan untuk meninggalkannya dalam keadaan terbuka, maka menutupnya tidak diragukan lagi adalah lebih baik.

Al-Hakim At-Tirmidzi Rahimahullah berkata:

“Bentuk lain dari penghormatan terhadap mushaf adalah jika ia diletakkan di bawah, hendaknya tidak dibiarkan terbuka dan tidak boleh ada buku lain yang ditaruh di atasnya, agar mushaf tersebut senantiasa berada di atas kitab yang lain,” (Nawaadir Al-Usul: 3/254).

Syeikh Sulaiman Al-Majid Hafizhahullah pernah ditanya:

Adakah riwayat yang menyatakan ketidakbolehan meninggalkan mushaf Quran dalam keadaan terbuka ketika seseorang pergi dan meninggalkannya?

Beliau menjawab:

Kami tidak tahu apa-apa di dalam Islam yang menyarankan ketidakbolehannya meninggalkan mushaf Quran dalam keadaan terbuka. Pun demikian kami juga tidak tahu apa-apa di dalam adat yang menyatakan bahwa hal tersebut (meninggalkan Quran dalam keadaan terbuka) adalah pelecehan terhadapnya. Berdasarkan hal ini, tidak ada yang salah dengannya, meski lebih disukai, sebagai bentuk kehati-hatian, jika menutupnya agar terlindungi dari tumpahan air atau terkena debu. Wallahu’alam bish shawwab.

Sumber:
http://islamqa.info/en/194567

Terjemah:
Irfan Nugroho
*Staf pengajar di Pondok Pesantren Tahfidzul Quran At-Taqwa Nguter-Sukoharjo.


Pertanyaan:
Jika seseorang tidak mampu membaca Quran, tetapi aktif mendengarkannya dari CD atau mengunduhnya dari internet, apakah hal tersebut akan diganjar dengan pahala membaca Quran?

Jawaban oleh Komite Penelitian dan Fatwa, diketuai oleh Syeikh Abdulwahhab At-Turayri
Wallahu'alam. Jika niat tulus orang tersebut adalah untuk beribadah kepada Allah, maka mendengarkan Quran secara aktif dan mentadabburinya adalah amalan yang berpahala sesuai dengan niatnya. Hal ini secara khusus bagi mereka yang memiliki gangguan penglihatan atau siapa saja yang tidak mampu membaca Quran.

Sedangkan bagi seseorang yang kesulitan mempelajari atau membaca Quran, kami sarankan agar ia mempelajarinya dan berusaha maksimal agar bisa membacanya.

Kami sarankan: Bacalah Quran dan berusahalah semaksimal mungkin untuk mempelajari bagaimana cara membacanya secara benar. Selama Anda berusaha maksimal, maka Anda tidak akan terkena dosa atas kesalahan (dari bacaan Anda). Sebaliknya, Anda akan diganjar pahala dari upaya Anda tersebut.

مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لَا أَقُولُ الم حَرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلَامٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ

"Barangsiapa membaca satu huruf dari Kitabullah (Al Qur`an), maka baginya satu pahala kebaikan dan satu pahala kebaikan akan dilipat gandakan menjadi sepuluh kali, aku tidak mengatakan ALIF LAAM MIIM itu satu huruf, akan tetapi ALIF satu huruf, LAAM satu huruf dan MIIM satu huruf," [HR Tirmidzi].

Mereka yang kesulitan (ketika belajar mambaca Quran) mendapat dua pahala. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

الْمَاهِرُ بِالْقُرْآنِ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ الْبَرَرَةِ وَالَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَتَتَعْتَعُ فِيهِ وَهُوَ عَلَيْهِ شَاقٌّ لَهُ أَجْرَان

"Orang mukmin yang mahir membaca Al Qur`an, maka kedudukannya di akhirat ditemani oleh para malaikat yang mulia. Dan orang yang membaca Al Qur`an dengan gagap, ia sulit dalam membacanya, maka ia mendapat dua pahala," [HR Muslim]. Wallahu'alam bish shawwab.

Sumber:
http://en.islamtoday.net/quesshow-145-877.htm

Terjemah:
Irfan Nugroho
*Staf pengajar Bahasa Inggris di Pondok Pesantren Tahfidzul Quran At-Taqwa Nguter, Sukoharjo, Jawa Tengah.


Pertanyaan
Al-Qur'an diturunkan ayat per ayat dan tidak dalam satu surat yang utuh. Bagaimana ayat-ayat ini lantas dikumpulkan dan disusun ke dalam beberapa surat?

Jawaban oleh Sheikh Riyâd al-Musaymîrî, professor di al-Imâm University, Riyadh

Kami hargai perhatian Anda terhadap Kitabullah.

Anda mengatakan bahwa Quran diturunkan ayat per ayat dan tidak dalam satu surat yang utuh. Hal ini tidak selalunya benar.

Ada beberapa surat yang diturunkan secara keseluruhan, seperti surat Al-Fatihah, surat Al-An'am dan banyak surat-surat pendek lainnya.

Diriwayatkan bahwa suatu saat Rasulullah صلى الله عليه و سلم sedang tidur siang lalu terbangun dan tersenyum.

Para sahabat bertanya, "Apa yang membuat Anda tersenyum, Yaa Rasulullah?"

Beliau bersabda, "Sebuah surat baru saja diturunkan kepada saya.


اِنَّاۤ اَعْطَيْنٰكَ الْكَوْثَرَ  ؕ 

Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak.
[QS. Al-Kausar: Ayat 1]

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ   ؕ 

Maka laksanakanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah).
[QS. Al-Kausar: Ayat 2]

اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْاَبْتَرُ

Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah).
[QS. Al-Kausar: Ayat 3]

Penyusunan ayat-ayat ke dalam surat-surat dilakukan oleh Rasulullah صلى الله عليه و سلم dan tidak berdasarkan hawa nafsu dan keinginan manusia (biasa).

Rasulullah صلى الله عليه و سلم biasa memerintahkan mereka para juru tulis di mana menempatkan ayat-ayat tersebut. Wallahu'alam bish shawwab.

Sumber:
http://en.islamtoday.net/node/1565

Terjemah:
Irfan Nugroho
*Staf pengajar Bahasa Inggris di Pondok Pesantren Tahfidzul Quran At-Taqwa Nguter, Sukoharjo, Jawa Tengah.


Pertanyaan:
Saya masih memiliki hutang puasa Ramadhan beberapa hari dan saya ingin menjalankan puasa Asy-Syura. Bolehkah saya menjalankan puasa Asy-Syura sebelum saya melunasi hutang puasa Ramadhan? Bolehkah saya puasa di tanggal 10 dan 11 Muharram dengan niatan untuk melunasi hutang Puasa Ramadhan saya, dan akankah saya mendapat pahala dari mengerjakan puasa Asy-Syura (jika demikian halnya)?

Jawaban oleh Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid

Alhamdulillah.
Pertama:
Tidak seharusnya Anda menjalankan puasa sunnah sedangkan Anda masih berhutang satu hari atau lebih puasa Ramadhan. Sebaliknya, Anda seharusnya memulai dengan puasa yang Anda lewati di bulan Ramadhan, lalu (jika sudah lunas) menjalankan puasa sunnah setelahnya.

Kedua:
Jika Anda berpuasa pada tanggal 10 dan 11 Muharram dengan niatan untuk mengganti hutang puasa Anda di bulan Ramadhan, hal itu diperbolehkan dan akan mengganti dua hari dari hutang puasa Anda.

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Amal itu bergantung pasa niatnya, dan setiap manusia akan mendapatkan sesuai yang diniatkannya."

Fataawa al-Lajnah al-Daa’imah, 11/401

Kami berdoa semoga Anda akan mendapat pahala dari mengganti puasa (Ramadhan) yang terlewat, serta pahala puasa di hari itu (10-11 Muharram).

Fataawa Manaar al-Islam oleh Syeikh Muhammad bin Utsaimin: 2/358.

Sumber:
http://islamqa.info/en/21787

Diterjemahkan oleh:
Irfan Nugroho
Staf pengajar Bahasa Inggris di Pondok Pesantren Tahfidzul Quran At-Taqwa Nguter, Sukoharjo, Jawa Tengah.
====================
👍Zakat, infak, atau sedekah Anda untuk Pondok Pesantren Tahfidzul Quran At-Taqwa Nguter, Sukoharjo bisa melalui transfer ke No. Rek (BRI): 6913-01-018205-53-4 a/n PP Tahfizhul  Qur'an At-Taqwa

📩Berlangganan tausiyah dari Pondok Pesantren Tahfidzul Quran At-Taqwa Nguter, Sukoharjo . Ketik "GABUNG" kirim via Whatsapp ke: +6285647172180

🔊Raih pahala dengan berbagi konten bermanfaat


Pertanyaan:
Seseorang bilang ke saya bahwa tiada guna "menghafal" Quran karena tujuan diturunkannya Quran adalah sebagai petunjuk dan pedoman hidup, tidak untuk dihafalkan. Demikian pula, ia mengklaim bahwa tiada guna belajar tajwid yang benar karena Quran diturunkan agar hukum-hukum di dalamnya diamalkan.

Jawaban oleh Sheikh Nâsir al-Mâjid, professor di al-Imâm University, Riyadh

Salah satu amalan termulia yang melibatkan Quran adalah dengan menghafalkannya dan mempelajarinya. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Sesiapa yang membaca satu huruf dari Kitabullah akan diganjar satu kebaikan, dan ganjaran kebaikan itu akan dilipatgandakan 10 kali. Aku tidak mengatakan, " Alif Lâm Mîm" sebagai satu huruf, tetapi Alif satu huruf, Lâm satu huruf dan Mîm satu huruf," [HR Tirmidzi].

Hadist tersebut tidak membedakan antara mereka yang mengerti Bahasa Arab dengan mereka yang tidak. Apalagi, contoh yang dipilih oleh Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bukanlah sebuah ungkapan yang bisa dimengerti oleh orang Arab sekali pun. Meski demikian, ada keutamaan di setiap bacaan (Quran).

Seorang Muslim sudah seharusnya mempelajari Bahasa Arab agar dirinya bisa memahami Al-Quran dan mempelajari agamanya (Islam).

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Pelajarilah Quran, jagalah ia, dan bacalah ia dengan bacaan yang bagus dan merdu, karena ia lebih mudah terlepas (dari ingatan) daripada unta (yang terlepas) dari ikatannya," [HR Ahmad].

Hadist ini menunjukkan bahwa menghafal Quran adalah suatu amalan yang mulia dan berpahala. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasalam juga menganjurkan untuk membaca Quran secara tartil, dan beliau juga mendorong kita untuk sering-sering me-murajaah (mengulang-ulang) hafalan Quran agar tidak melupakannya.

Sumber:
http://en.islamtoday.net/node/1497

Terjemah:
Irfan Nugroho*
Staf pengajar Bahasa Inggris di Pondok Pesantren Tahfidzul Quran At-Taqwa Nguter, Sukoharjo, Jawa Tengah.
====================
👍Zakat, infak, atau sedekah Anda untuk Pondok Pesantren Tahfidzul Quran At-Taqwa Nguter, Sukoharjo bisa melalui transfer ke No. Rek (BRI): 6913-01-018205-53-4 a/n PP Tahfizhul  Qur'an At-Taqwa

📩Berlangganan tausiyah dari Pondok Pesantren Tahfidzul Quran At-Taqwa Nguter, Sukoharjo . Ketik "GABUNG" kirim via Whatsapp ke: +6285647172180

🔊Raih pahala dengan berbagi konten bermanfaat

Pertanyaan:
Bagaimana hukum Puasa Asy-Syura (10 Muharram)? Mana yang lebih baik, puasa sehari sebelumnya, atau sehari sesudahnya, atau selama tiga hari, atau hanya di Hari Asy-Syura saja? Mohon penjelasannya tentang hal ini. Semoga Allah membalas Anda dengan pahala terbaik!

Jawaban oleh Syeikh Abdul Aziz bin Baaz Rahimahullah untuk Lajnah Daimah

Adalah sunnah untuk menjalankan puasa Hari Asy-Syura berdasar beberapa hadist shahih yang menyatakan bahwa Rasulullah melakukan hal tersebut.

Rasulullah menjelaskan bahwa umat Yahudi pun terbiasa melakukan puasa di hari itu karena di hari itulah Allah menyelamatkan Nabi Musa Alaihissalam dan umatnya, serta menghancurkan Fir'aun dan kaumnya.

Oleh karena itu, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam melakukan puasa Asy-Syura untuk mengungkapkan rasa sukur kepada Allah, serta menasihati umat Islam untuk melakukan hal yang sama, serta memerintahkan kita untuk menambah puasa sehari sebelumnya atau sesudahnya.

Akan tetapi, melakukan puasa di hari ke-9 dan ke-10 Muhartam adalah lebih baik daripada puasa di hari ke-10 dan ke-11 Muharram. Meski begitu, puasa tanggal 10-11 Muharram sudah mencukupi untuk mengingkari orang-orang Yahudi. Seseorang juga boleh melakukan puasa selama tiga hari, seperti tanggal 9, 10, dan 11 Muharram sebagaimana diriwayatkan dalam beberapa hadist, "Berpuasalah sehari sebelumnya dan sehari setelahnya."

Akan tetapi, makruh hukumnya untuk melakukan puasa Asy-Syura hanya di hari Asy-Syura (10 Muharram) saja, tanpa membarenginya dengan puasa sehari sebelumnya atau sesudahnya. Baarakallahu fiikum!

Sumber:
http://www.alifta.net/Fatawa/FatawaChapters.aspx?languagename=en&View=Page&PageID=159&PageNo=1&BookID=10

Diterjemahkan oleh:
Irfan Nugroho
Staf pengajar Bahasa Inggris di Pondok Pesantren Tahfidzul Quran At-Taqwa Nguter, Sukoharjo, Jawa Tengah.
====================
👍Zakat, infak, atau sedekah Anda untuk Pondok Pesantren Tahfidzul Quran At-Taqwa Nguter, Sukoharjo bisa melalui transfer ke No. Rek (BRI): 6913-01-018205-53-4 a/n PP Tahfizhul  Qur'an At-Taqwa

📩Berlangganan tausiyah dari Pondok Pesantren Tahfidzul Quran At-Taqwa Nguter, Sukoharjo . Ketik "GABUNG" kirim via Whatsapp ke: +6285647172180

🔊Raih pahala dengan berbagi konten bermanfaat


Pertanyaan:
Saya memiliki keponakan usia delapan tahun dan suatu saat ia mendatangi saya untuk bertanya tentang apa itu Syiah. Saya tidak tahu apa yang harus saya katakan, tetapi saya jelaskan bahwa kelak ia akan mengetahuinya ketika dewasa. Meski demikian, ia tidak menyukai jawaban saya. Setelah itu, keponakan saya lainnya yang berusia 10 tahun mengatakan padanya, “Saya seorang sunni,” maka ia justru mengatakan, “Saya seorang Syiah.” Bagaimana saya menjawabnya dengan tepat di usianya yang masih beliau dan bagaimana meyakinkannya?

Jawaban oleh Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid

Alhamdulillah…
Jika seorang anak bertanya tentang Syiah, jelaskan ke dia bahwa penganut Syiah bukanlah orang yang baik. Mereka melakukan perbuatan dosa dan maksiat; mereka menghina para sahabat dan istri-istri Nabi Shalallahu 'Alaihi Wasallam, padahal mereka (para sahabat –pent.) adalah manusia terbaik setelah Nabi Shalallahu 'Alaihi Wasallam. Kita (umat Islam –pent.) tidak menyukai mereka karena hal-hal tersebut.

Jika si anak tadi telah melihat mereka (penganut Syiah –pent.) di TV mengusap-usap kuburan atau merayakan hari Asyura, jelaskan ke dia bahwa apa yang sedang mereka lakukan adalah sesuatu yang tidak diperbolehkan. Kita tidak menyembah apapun kecuali Allah semata, kita tidak bersujud (menyembah –pent.) kepada kuburan atau kepada suatu makhluk pun, dan kita tidak melukai diri sendiri atau bahkan anak-anak kita.

Dengan demikian, si anak akan memahami bahwa orang-orang ini bukanlah orang yang baik, tetapi sesat dan menyimpang. Informasi (tentang kesesatan Syiah –pent.) yang diberikan kepada seorang anak hendaknya menyesuaikan dengan tingkat pemahamannya.

Untuk mengoreksi apa yang telah terjadi (pada kasus si penanya –pent.), harus dikatakan kepada si anak, “Kita ini Sunni. Kita mengikuti Sunnah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam dan kita tidak akan membuat inovasi (bid’ah) di dalam beragama. Kita tidak melakukan apa yang dilakukan oleh orang-orang tersebut (penganut Syiah –pent.). Jika si anak tadi mampu melihat beberapa amal kesesatan penganut Syiah, hendaknya ia didampingi dengan peringatan yang jelas tentangnya. Anda juga bisa merujuk kepada situs-situs web yang terpercaya, yang antisyiah dan mampu menjelaskan bahwa Syiah adalah kelompok yang sesat. Wallahu’alam bish shawwab.

Sumber:
http://islamqa.info/en/45638

Penerjemah:
Irfan Nugroho
Staf pengajar Bahasa Inggris di Pondok Pesantren Tahfidzul Quran At-Taqwa Nguter, Sukoharjo, Jawa Tengah.

====================
👍Zakat, infak, atau sedekah Anda untuk Pondok Pesantren Tahfidzul Quran At-Taqwa Nguter, Sukoharjo bisa melalui transfer ke No. Rek (BRI): 6913-01-018205-53-4 a/n PP Tahfizhul  Qur'an At-Taqwa

📩Berlangganan tausiyah dari Pondok Pesantren Tahfidzul Quran At-Taqwa Nguter, Sukoharjo . Ketik "GABUNG" kirim via Whatsapp ke: +6285647172180

🔊Raih pahala dengan berbagi konten bermanfaat


Pertanyaan:
Saya memiliki seorang saudara perempuan usia lima setengah tahun dan saya ingin mengajarinya menghafal Quran. Di mana saya harus memulainya dan bagaimana?

Jawaban oleh Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid
Membesarkan anak untuk taat dengan ajaran Islam sedari dini, mengajari mereka menghafal Kitaabullah dan mendidik mereka dengan Sunnah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam adalah sesuatu yang sangat penting, khususnya di masa sekarang.

Tetapi hal tersebut sering dilalaikan oleh banyak manusia, khususnya kepada anak-anak mereka dan siapa saja yang berada di dalam tanggungannya. Mereka (para orang tua) disibukkan dengan hal-hal yang tidak bermanfaat bagi anak-anak mereka di kehidupan akhirat atau bahkan membahayakan mereka. Alhasil, anak-anak tadi secara emosi justru lebih condong kepada figur-figur yang tidak semestinya dijadikan suri tauladan, seperti aktor, olahragawan, dan penyanyi.

Kami mengapresiasi pertanyaan saudari dan kami berdoa kepada Allah semoga ia diberi istiqamah dan pertolongan dalam perkara ini dan lainnya, serta pahala bagi dirinya kelak di hari Penghitungan. Adakah sesuatu yang lebih agung daripada menghadap Rabb semesta alam dengan catatan amal saleh yang di dalamnya tercakup memberi petunjuk kebaikan kepada orang lain atau bekerja sama di dalam kebaikan?

Tentang si gadis kecil ini, juga cara mengajarinya menghafal Qiran, kami nasihatkan kepada saudari untuk melakukan hal-hal seperti berikut:

1. Awali dengan yang paling mudah untuk dibaca dan dihafal, seperti Surat Al-Fatihah, berlanjut kepada juz terakhir yang dihafal dari belakang. Mulai dengan yang mudah, berlanjut kepada yang lebih sulit. Terlebih lagi, ia akan merasa benar-benar perlu dengan hal ini (dengan hafalan ini -pent) kelak ketika ia mulai belajar shalat.

2. Minimalkan jumlah hafalan tiap harinya, agar ia mampu menghafalnya dan merasa mudah untuk menghafal bagian selanjutnya. Jumlah di sini bisa bervariasi dari satu anak ke anak yang lain, tergantung tingkat kecerdasan dan ingatannya.

3. Sering-seringlah melakukan murajaah (mengulang) agar apa yang telah dihafal bisa semakin melekat. Jangan lewatkan satu hari pun tanpa menambah hafalan baru dan me-murajaah hafalan lama.

4. Dorong ia dengan memberi hadiah setiap kali selesai menghafal satu juz--misalnya--atau ketika ia berhasil menghafalnya dengan baik.

5. Mulailah beralih dari sekedar mendikte dan memintanya mengulang--yang sudah lazim untuk tahap-tahap awal menghafal Quran--kepada mengajarinya membaca Al-Quran, agar ia bisa dengan mudah membaca Quran secara mandiri ketika kakaknya atau gurunya berhalangan hadir.

6. Biasakan agar ia membaca apa saja yang telah ia hafal di dalam shalat, apakah itu shalat wajib atau pun shalat sunnah, kelak ketika ia menginjak usia di mana ia mulai berkewajiban shalat atau ketika ia sudah bisa memahaminya.

7. Biasakan ia untuk mendengar apa-apa yang telah ia hafal dari kaset atau komputer, agar ia dapat mendengar pengucapan (makhraj) dan pembacaan (tajwid) yang benar, juga agar ia dapat me-murajaah dan memperkuat hafalannya.

8. Pilih waktu yang tepat untuk menghafal, khususnya ketika gangguan di kala itu tidaklah banyak--seperti setelah Fajar atau antara Maghrib dan Isya'. Hindari menghafal ketika lapar, lelah, atau mengantuk.

9. Puji ia atas apa yang telah ia hafal di depan tetangga dan sanak kerabat, agar ia terdorong (untuk terus menghafal -pent) dan agar mereka juga terdorong untuk melakukan hal yang sama. Di saat yang sama, mintalah perlindungan kepada Allah dari mata jahat (ain) dan iri dengki.

10. Penting baginya untuk terus menggunakan satu mushaf tanpa pernah berganti, agar tampilan ayat-ayat Quran bisa tercetak di dalam ingatannya.

11. Dorong ia untuk menulis apa-apa yang telah ia hafal, agar ia bisa mengombinasikan antara belajar menulis sembari memperkuat hafalannya. Hanya Allahlah Sumber segala kekuatan.

Sumber:
http://islamqa.info/en/32436

Diterjemahkan oleh:
Irfan Nugroho
Staf pengajar Bahasa Inggris di Pondok Pesantren Tahfidzul Quran At-Taqwa Nguter, Sukoharjo, Jawa Tengah.

====================
👍Zakat, infak, atau sedekah Anda untuk Pondok Pesantren Tahfidzul Quran At-Taqwa Nguter, Sukoharjo bisa melalui transfer ke No. Rek (BRI): 6913-01-018205-53-4 a/n PP Tahfizhul  Qur'an At-Taqwa

📩Berlangganan tausiyah dari Pondok Pesantren Tahfidzul Quran At-Taqwa Nguter, Sukoharjo . Ketik "GABUNG" kirim via Whatsapp ke: +6285647172180

🔊Raih pahala dengan berbagi konten bermanfaat


Pertanyaan:
Apakah membuat situs-situs Islam dan grup-grup di Facebook, mempostingnya di berbagai laman percakapan di Internet, serta membuat channel di Youtube untuk mengunggah video yang sudah diunggah oleh orang lain di laman mereka bisa dikategorikan sebagai sedekah jariah?

Jawaban oleh Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid

Alhamdulillah..
Membuat laman-laman dakwah dan pendidikan di Internet adalah suatu bentuk penyebaran ilmu yang bermanfaat, dan ini adalah satu dari sekian cara untuk menyeru kepada Allah Subhanahu Wa Taala.

Meskipun kedua aktivitas ini--menyebarkan ilmu dan menyeru manusia kepada Allah Subhanahu Wa Taala--tidak termasuk ke dalam sedekah jariah, keduanya tetap merupakan amal kebaikan yang menghasilkan pahala besar yang bisa saja terus mengalir pahalanya meskipun si pelakunya telah meninggal dunia, persis seperti sabda Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam:

 إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ : إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Ketika seorang manusia meninggal dunia, semua amalnya terhenti kecuali tiga perkara; sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya," [HR Muslim: 1631].

إِنَّ مِمَّا يَلْحَقُ الْمُؤْمِنَ مِنْ عَمَلِهِ وَحَسَنَاتِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ عِلْمًا عَلَّمَهُ وَنَشَرَهُ ، وَوَلَدًا صَالِحًا تَرَكَهُ ، وَمُصْحَفًا وَرَّثَهُ ، أَوْ مَسْجِدًا بَنَاهُ ، أَوْ بَيْتًا لِابْنِ السَّبِيلِ بَنَاهُ ، أَوْ نَهْرًا أَجْرَاهُ ، أَوْ صَدَقَةً أَخْرَجَهَا مِنْ مَالِهِ فِي صِحَّتِهِ وَحَيَاتِهِ ، يَلْحَقُهُ مِنْ بَعْدِ

"Sesungguhnya kebaikan yang akan mengiringi seorang mukmin setelah ia meninggal adalah ilmu yang ia ajarkan dan sebarkan, anak shalih yang ia tinggalkan dan Al Qur`an yang ia wariskan, atau masjid yang ia bangun, atau rumah yang ia bangun untuk ibnu sabil, atau sungai yang ia alirkan (untuk orang lain), atau sedekah yang ia keluarkan dari harta miliknya di masa sehat dan masa hidupnya, semuanya akan mengiringinya setelah meninggal," [HR Ibnu Majah, Hasan oleh Al-Albani].

Yang dimaksud dengan menyebarkan ilmu dapat dilakukan dengan mengajarkannya, menulisnya ke dalam buku dan menyebarkannya.

Imam As-San'aani Rahimahullah mengatakan:

"Mengajarkan ilmu mencakup penulisan buku, menggandakannya dan menyebarkannya, serta menyuntingnya dan menuliskan komentar terhadap buku-buku Islami," [dikutip dari At-Tanweer Syarah Al-Jamius Shaghiir, 2: 247].

Juga dikatakan di dalam kitab Subulus Salaam (5/227) bahwa menyebarkan ilmu adalah semua upaya seseorang seperti menulis buku yang berisi ilmu-ilmu bermanfaat, menerbitkannya atau mendistribusikannya, atau siapa saja yang menyampaikan ilmunya atau mengambil manfaat darinya. Ia juga mencakup pembuatan buku-buku bermanfaat, baik untuk kepentingan komersial--selama niatnya ikhlas--atau pun nonkomersial.

Membuat situs yang memuat kata-kata ulama, video ceramah atau tausiyah mereka dan yang sejenisnya, juga termasuk ke dalam memperbanyak dan mendistribusikan ilmu.

Mereka yang membuat situs dakwah seperti ini, in sya Allah, akan mendapat pahala yang sama dari mereka yang mengamalkan kebaikan dan petunjuk yang ada di dalam situs tersebut.

مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى ، كَانَ لَهُ مِنَ الأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ ، لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا ، وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ ، كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ ، لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا

"Barangsiapa mengajak kepada kebaikan, maka ia akan mendapat pahala sebanyak pahala yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Sebaliknya, barang siapa mengajak kepada kesesatan, maka ia akan mendapat dosa sebanyak yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun," [HR Muslim].

Imam Nawawi Rahimahullah mengatakan:

"...Sesiapa yang menyeru kepada petunjuk akan mendapat pahala yang sama dengan mereka yang mengamalkannya, dan sesiapa yang menyeru manusia kepada kesesatan akan mendapat ganjaran dosa seperti mereka yang mengamalkannya, terlepas dari apakah ia yang pertama kali menyampaikan petunjuk atau kesesatan tersebut atau sekedar mengikutinya, juga termasuk mereka yang mengajarkan ilmu, amal ibadah, akhlak, atau petunjuk apa saja," [Syarah Shahih Muslim: 16/226-227].

Muslim yang aktif mengelola laman seperti ini hendaknya terus merasa optimis terhadap pahala yang banyak dan keridhaan Allah Azza Wa Jalla. Ia juga harus memastikan bahwa ilmu yang ia sampaikan, atau perkara yang ia serukan kepada manusia, benar-benar bersih dari berbagai penyimpangan, bid'ah, atau kesesatan.

Ia harus senantiasa fokus pada penyebaran ilmu yang memberi manfaat banyak, juga yang paling dibutuhkan oleh masyarakat luas.

Imam An-Nawawi Rahimahullah berkata:

"Ia harus memilah-milah, mana saja ilmu yang paling bermanfaat, lalu yang setingkat di bawahnya dan seterusnya," [Syarah Shahih Muslim: 11/85].

Wallahu alam bish shawwab.

Sumber:
http://islamqa.info/en/229491

Diterjemahkan oleh:
Irfan Nugroho
Staf pengajar Bahasa Inggris di Pondok Pesantren Tahfidzul Quran At-Taqwa Nguter, Sukoharjo, Jawa Tengah.
====================
👍Zakat, infak, atau sedekah Anda untuk Pondok Pesantren Tahfidzul Quran At-Taqwa Nguter, Sukoharjo bisa melalui transfer ke No. Rek (BRI): 6913-01-018205-53-4 a/n PP Tahfizhul  Qur'an At-Taqwa

📩Berlangganan tausiyah dari Pondok Pesantren Tahfidzul Quran At-Taqwa Nguter, Sukoharjo . Ketik "GABUNG" kirim via Whatsapp ke: +6285647172180

🔊Raih pahala dengan berbagi konten bermanfaat
Diberdayakan oleh Blogger.