Halloween party ideas 2015


Pertanyaan:
Jika saya telah selesai melaksanakan salat yang wajib, lalu saya ingin melaksanakan salat nafilah (salat sunah), apakah hukumnya mustahab untuk berpindah ke tempat lain dalam pelaksanaan salat nafilah tersebut, agar ada lebih banyak tempat di muka bumi ini yang menjadi saksi bagi diri saya (kelak di akhirat)?

Jawaban oleh Tim Fatwa IslamQA, diketuai oleh Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid Hafizahullah

Alhamdulillah.
Ya, hukumnya Mustahab untuk memisah antara salat yang wajib dan salat sunah rawatib dengan berbicara atau berpindah ke titik lain.

Cara terbaik untuk berpindah tempat adalah dengan melaksanakan salat nafilah di rumah, karena salat (sunah) terbaik yang dilakukan oleh seorang pria adalah salat yang ia lakukan di rumahnya--selain salat wajib tentunya--sebagaimana yang diriwayatkan secara sahih dari Rasulullah ï·º. Dalil bagi pemisahan seperti yang disebutkan di atas adalah hadis riwayat Imam Muslim di dalam Sahih-nya (nomor 1463) dari sahabat Muawiyah Radhiyallahuanhu, yang berkata: 

Ketika kalian selesai melaksanakan salat Jumat, jangan mengikutinya seketika itu juga dengan salat lain, sampai kalian berbicara atau meninggalkan (masjid), karena Rasulullah ï·º memerintahkan kami untuk melakukannya, yaitu tidak mengikuti suatu salat seketika itu juga dengan salat (wajib) yang lainnya sampai kami berbicara atau meninggalkan (masjid).”

Imam An-Nawawi Rahimahullah berkata di dalam Syarah Sahih Muslim:

Ini menjadi dalil atas pendapat para sahabat kami (ahli fikih mahzab Syafii), bahwa untuk kasus salat nafilah, baik yang dilakukan secara reguler (salat sunah) atau yang lainnya, maka hukumnya mustahab untuk berpindah dari tempat di mana dilakukan salat yang wajib ke titik lain, dan cara terbaik adalah berpindah ke rumah. Atau, seseorang bisa saja berpindah ke titik lain di dalam masjid atau di mana saja. Hal ini untuk meningkatkan jumlah tempat di mana seseorang itu bersujud, juga untuk memisahkan antara salat nafilah dari salat yang wajib. Kata “sampai kami berbicara” mengindikasikan bahwa memisahkan (antara dua) salat bisa juga dilakukan dengan berbicara, tetapi berpindah adalah lebih disukai sebagaimana yang telah kami sebutkan sebelumnya.” Wallahu’alam bish shawwab.

Abu Dawud (854) dan Ibnu Majah (1417) meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah ï·º bersabda: 

Apakah kalian tidak mampu, ketika salat, untuk berpindah ke depan atau ke belakang, atau ke kanan atau ke kiri?” Maksudnya: melaksanakan salat nafilah, atau salat sunah setelah salat wajib, (Sahih oleh Al-Albani di dalam Sahih Ibnu Majah).

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata di dalam al-Fataawa al-Kubra (2/359), 

Adalah sunah untuk memisahkan salat yang wajib dengan salat nafilah, baik ketika salat Jumat ataupun yang lainnya, karena hal tersebut terdapat di dalam riwayat yang sahih bahwa Rasulullah ï·º menyuruh para sahabat untuk tidak mengikuti suatu salat seketika itu juga dengan salat yang lainnya sehingga mereka memisahkan antara kedua salat tersebut dengan berpindah atau berbicara. 

“Jadi, seseorang dilarang untuk melakukan seperti kebanyakan manusia (mungkin maksud beliau adalah orang-orang Syiah yang menyambung salat Jumat dengan salat dua rekaat setelah salam –penj), yakni ketika mereka mengikuti salam seketika itu juga dengan dua rakaat salat sunah, karena hal ini adalah pelanggaran terhadap larangan Rasulullah ï·º. 

“Hikmah di balik ini semua adalah untuk membedakan antara salat yang wajib dengan yang tidak wajib, dan juga untuk membedakan antara ibadah dengan nonibadah. Oleh karena itu, hukumnya mustahab untuk menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur, dan untuk bersantap makan sebelum salat Idul Fitri, serta dilarang untuk berpuasa selama satu atau dua hari tepat sebelum memasuki bulan Ramadan. 

“Semua ini dimaksudkan untuk memisahkan antara apa-apa yang dianjurkan ketika puasa, dan apa saja yang tidak, juga untuk memisahkan antara ritus peribadatan dengan ritus selain peribadatan, serta untuk membedakan antara salat Jumat, yang telah Allah wajibkan, dengan salat-salat yang lainnya.” 

Akhir kutipan.

Dengan memisahkan antara salat yang wajib dengan salat nafilah, seseorang telah membedakan antara salat yang satu dengan salat yang lainnya. Beberapa ulama menyebutkan alasan di balik itu, yakni untuk meningkatkan jumlah tempat di mana seseorang melakukan sujud, sehingga tempat-tempat tersebut akan menjadi saksi baginya di Hari Kebangkitan, sebagaimana disebutkan di dalam ungkapan Imam Nawawi Rahimahullah di atas.

Ar-Ramli berkata di dalam Nihaayat al-Muhtaj (1/552), 

Hukumnya Sunah untuk berpindah dalam melaksakan salat nafilah ataupun salat yang wajib, dari tempat di mana seseorang telah melaksanakan salat yang wajib atau salat nafilah. Ini untuk meningkatkan jumlah tempat di mana seseorang melakukan sujud, karena tempat-tempat tersebut akan bersaksi baginya, dan karena hal ini artinya semakin banyak tempat (di muka bumi) yang terisi dengan ibadah. Dan jika seseorang tidak berpindah ke tempat lain, maka dirinya harus memisahkan antara kedua salat tersebut dengan berbicara kepada orang lain." 

Akhir kutipan.

Wallahu’alam bish shawwab.

Sumber:
http://islamqa.info/en/116064

Penerjemah:
Abu Muhammad Al-Irfan
Staf pengajar di Pondok Pesantren Tahfidzul Quran At-Taqwa Sukoharjo

Diberdayakan oleh Blogger.