Halloween party ideas 2015


Oleh Uwais Abdullah*
Berawal dari hadis iftiraqul ummah (perpecahan umat), muncullah banyak persepsi dalam menyikapi berbagai kelompok yang ada di tengah-tengah kaum muslimin. Di antara mereka ada yang terkesan memaksakan kelompok tertentu sebagai satu-satunya komunitas yang mendapat jaminan selamat di antara sekian kelompok yang ada. Kemudian, mereka berusaha untuk menyematkan ancaman celaka dan neraka kepada komunitas yang lainnya. Di sisi lain ada juga yang terlalu longgar dalam memaknai hadis tersebut, sehingga menafikan adanya aliran sesat selagi masih menisbatkan dirinya kepada islam meskipun hanya namanya saja.

Untuk mendudukkan hadis tersebut ke dalam realita kehidupan dengan aneka ragam kolompok yang ada, hendaknya kita menilai tidak hanya dari sudut pandang teks yang tertera di dalam hadis dan memaknainya sesuai dengan kehendak kita. Jika demikian adanya, yang dihasilkan hanyalah justifikasi terhap persepsi yang kita simpulkan, kemudian mencari dalil sebagai penguat. Hendaknya kita meneliti secara jeli hadis tersebut serta mengidintifikasi pernyataan para ulama yang menjelaskan tentang maksud dari hadis tersebut.

Hadis yang menyebutkan tentang iftiraqul ummah menjadi 73 golongan adalah sebagai berikut:

أَلَا إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ افْتَرَقُوا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ ثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَهِيَ الْجَمَاعَة

"Ketahuilah! Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian dari kalangan ahlu kitab berpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan, dan umatku akan berpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan; tujuh puluh dua golongan masuk neraka dan satu golongan masuk surga, yaitu Al Jama'ah," [HR Abu Dawud: 4597. Al-Albani: Hasan].

Hadis ini atau yang semakna dengannya juga terdapat di beberapa kitab hadis; di antaranya di dalam Sunan Ibnu Majah, Sunan abi Dawud, Musnad Ahmad, Sunan ad-Darimiy, As-Syariah milik Al-Ajuriy.

Hadis ini merupakan pengabaran dari Rasulullah tentang perpecahan yang akan terjadi di tubuh kaum muslimin. Penggunaan kata "ummah" memancing perbincangan para ulama tentang maknanya. Apakah yang dimaksud adalah ummatud da'wah (termasuk di dalamnya Yahudi dan Nasrani atau yang lainnya) yang menjadi obyek dakwah Rasulullah , atau yang dimaksud adalah ummatul ijabah (umat Islam secara khusus).

Imam As-Sindiy berkata,

"Yang dimaksud adalah ummatul ijabah, yaitu ahlul qiblah. Karena istilah “umat” dinisbatkan kepada beliau (Rasulullah ) yang secara langsung dapat dipahami sebagai ummatul ijabah.

Sedangkan ulama lainnya, Dr. Al-Buthiy, bependapat bahwa yang dimaksud dengan “umat” adalah ummatud da'wah. Ini didasarkan pada argumentasi bahwa Rasulullah menggunakan kata “umat” secara umum. Kalau saja yang dimaksud dengan “umat” adalah ummatul ijabah, tentu beliau akan menggunakan isitlah "sataftariqul muslimin." Ini maknanya, yang dimaksud dengan “umat” adalah ummatu da'wah. Kesimpulannya bahwa ummat yang di menjadi obyek dakwah Rasulullah akan terpecah menjadi 73 agama. Dan jaminan bahwa yang selamat adalah hanya satu agama maknanya adalah agam Islam, dengan sekian sekte-sektenya.

Pendapat yang rajih adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh As-Sindiy dengan beberapa alasan:

Pertama,
Bahwa di hadis yang lain Rasulullah menejelaskan bahwa Yahudi dan Masrani terpecah menjadi 71 golongan dan kemudian Rasulullah menjelaskan di waktu yang bersamaan bahwa umatnya akan terpecah menjadi 73 golongan. Ini maknanya, yang dimaksud dengan “umat” di hadis tersebut adalah ummatul ijabah yaitu umat Islam.

Kedua,
Bahwa hadis tersebut adalah sebagi bentuk pengabaran terhadap kejadian yang akan datang. Sedangkan perpecahan yang terjadi pada ummatud dakwah seperti Yahudi dan Nasrani sudah terjadi di masa Rasulullah . Dengan demikian, yang lebih tepat untuk memaknai “umat” di dalam hadis tersebut adalah ummatul ijabah.

Adapun yang dimaksud dengan perpecahan di dalam hadis tersebut adalah perpecahan di dalam permasalahn yang bersifat ushul dan i'tiqad, bukan dalam hal furu' (cabang) dan amaliah.

As-sindiy berkata,

"Yang dimaksud adalah perpecahan di dalam perkara ushul dan i'tiqad bukan dalam hal furu' dan amaliah. Karena dalam perkara furu', Islam memberikan kelonggaran yang lebih luas dan hal ini termasuk ke dalam ranah ijtihad para ulama. Sangat banyak kita dapatkan perbedaan dalam hal furu' dan amaliah di kalangan para ulama sedari zaman Rasulullah sampai sekarang.

Di dalam Aunul Ma'bud Syarh Sunan Abi Dawud disebutkan bahwa tidaklah termasuk ke dalam firaq madzmumah itu mereka yang berselisih dalam perkara cabang seperti fikih dalam pembahasan halal dan haram, namum yang dimaksud adalah mereka yang menyelisihi ahlulul haq dalam perkara ushul tauhid.

Adapun makna 72 golongan di neraka bukanlah sebuah kepastian bahwa setiap personal dari mereka akan masuk ke dalam neraka dan kekal di dalamnya, karena dari 72 golongan tersebut tidak semuanya keluar dari lingkaran Islam.

Al khattabiy berkata,

"Ungkapan (akan terpecah umatku menjadi 73 golongan) di dalamnya terdapat penjelasan bahwa kelompok-kelompok ini tidaklah keluar dari lingkup Diin, kerena Nabi menyebutnya sebagai umat beliau. Meski demikian, ada di antara kaum muslimin yang munafik yang menampakkan Islam dan menyembunyikan kekafiran. Atau di antara mereka yang menisbatkan diri kepada Islam, tetapi praktik amal mereka ternyata keluar dari lingkaran Islam.

Jadi, setiap personal dari 72 golongan tersebut tidak berarti masuk ke dalam neraka semuanya. Tetapi ungkapan tersebut adalah ancaman akan akidah-akidah mereka yang menyimpang, yang menjerumuskan mereka ke dalam neraka. Di antara mereka ada yang kekal di dalam neraka dan ada juga yang tidak kekal sesuai dengan tingkat kebidahan yang mereka lakukan, dan ada juga yang diampuni kesalahannya oleh Allah .

Ini sebagaimana pernyataan Ibnu Taimiyah, "Sebagaimana kalau kita mengatakan apa yang difirmankan oleh Allah (Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim dengan kezaliman, maka sesungguhnya mereka akan memakan api di dalam perut mereka, [QS. An-Nisa: 10]), maka tidak selayaknya bagi seseorang untuk mengatakan terhadap orang lain secara takyin (personal) bahwa orang tersebut berada di dalam neraka. Hal ini karena bisa jadi ia diampuni oleh Allah dengan kebaikan-kebaikannya yang mengahapuskan kesalahannya. Atau dengan musibah yang mengikisnya, atau Allah sendiri yang mengampuninya atau kemungkinan yang lain.

Lantas pernyataan "wahidah fil jannah," apakah setiap personal dari firkah najiah tidak akan masuk neraka?

Syaikh Utsaimin Rahimahullah menjawab bahwa di antara mereka bisa jadi ada yang masuk neraka, tetapi tidaklah kekal di dalamnya. Beliau juga memberikan gambaran tentang hal ini bahwa manusia terbagi menjadi empat kelompok:
1. Mubtadi Murni, yang tidak mengerjakan sunah sama sekali. Mereka ini kekal di neraka tanpa dipungkiri lagi.

2. Mubtadi yang bercampur (dengan sunah). Mereka berhak masuk ke dalam neraka dan tidak kekal di dalamnya.

3. Suni yang murni. Ia tidak berhak masuk ke dalam neraka, kalau pun ia masuk ke dalam neraka karena maksiat yang ia perbuat, maka mereka tidaklah kekal di dalamnya.

4. Suni yang bercampur (dengan bidah). Mereka seperti firman Allah , "Dan (ada pula) orang-orang yang mengakui dosa-dosa mereka, mereka mencampurbaurkan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk," (QS. At-Taubah: 102). Mereka ini berhak masuk ke dalam neraka, tetapi tidak kekal di dalamnya.

Adapun kelompok yang selamat adalah "jama'ah,” atau dalam redaksi hadis riwayat Imam Tirmizi Rahimahullah disebutkan:


لَيَأْتِيَنَّ عَلَى أُمَّتِي مَا أَتَى عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ حَذْوَ النَّعْلِ بِالنَّعْلِ حَتَّى إِنْ كَانَ مِنْهُمْ مَنْ أَتَى أُمَّهُ عَلاَنِيَةً لَكَانَ فِي أُمَّتِي مَنْ يَصْنَعُ ذَلِكَ وَإِنَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ تَفَرَّقَتْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلاَّ مِلَّةً وَاحِدَةً قَالُوا وَمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي 


"Pasti akan datang kepada ummatku, sesuatu yang telah datang pada bani Israil seperti sejajarnya sandal dengan sandal, sehingga apabila di antara mereka (bani Israil) ada orang yang menggauli ibu kandungnya sendiri secara terang terangan maka pasti di antara ummatku ada yang melakukan demikian, sesungguhnya bani Israil terpecah menjadi tujuh puluh dua golongan dan ummatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan semuanya masuk ke dalam neraka kecuali satu golongan," Para sahabat bertanya, "Siapakah mereka wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Mereka adalah golongan yang mana aku dan para sahabatku berpegang teguh padanya," [HR Tirmizi: 2641. At-Tirmizi: Hasan Gharib. Al-Albani: Hasan].

As-Sindiy berkata,

"Ungkapan (al-jama'ah) adalah mereka yang sesuai dengan jamaah para sahabat, serta mengambil akidah mereka dan berpegang teguh dengan pola pikir mereka."

Di dalam Aunul Ma’bud disebutkan,

(Al-jama'ah) adalah Ahlul Quran dan Ahlul Hadis dan Ahlul Fikih dan Ahlul Ilmi, yang sejalan dalam mengikuti jejak Nabi di semua kondisi. Mereka tidak merusaknya dan tidak merubahnya, dan tidak pula menggantinya dengan pemikiran-pemikiran yang rusak.”

Aplikasi Hadis Iftiraqul Ummah
Banyak persepsi yang muncul dalam penerapan hadis iftiraqul ummah ini. Di antara mereka ada yang mencoba untuk menyematkan label 72 golongan tersebut kepada kelompok-kelopok tertentu. Di sisi lain, mereka berusaha menggiring opini masyarakat bahwa satu-satunya kelompok yang selamat adalah kelompok miliknya sendiri. Padahal, hadis tersebut sama sekali tidak mendukung pernyataan mereka. Rasulullah tidak mengkhususkan kelompok yang selamat tersebut untuk golongan tertentu dan menafikan kelompok yang lainnya.

Untuk mengukur suatu kelompok atau personal apakah ia termasuk ke dalam golongan yang selamat atau kelompok yang celaka hendaknya menggunakan timbangan Quran dan Sunah. Sedangkan Quran dan Sunah menyebutkan Al-Jamaah atau Ma Ana Alaihi wa Ashabiy sama sekali tidak mengkhususkan pada nama dari kelompok-kelompok tertentu. Maknanya, siapa saja dari kaum muslimin yang terpenuhi padanya sifat kelompok tersebut, maka ia berhak untuk mendapatkan jaminannya, bukan lantas memaksakan berbagai dalil untuk mengkhususkan jaminan tersebut kepada komunitas tertentu dan menafikan komunitas yang lainnya.

Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah berkata tentang golongan yang selamat tersebut,

"Mereka adalah yang berpegang teguh kepada Islam secara murni dan bersih dari penyimpangan. Mereka adalah Ahlus Sunah yang tercakup di dalamnya As-Shiddiqun, Asy-syuhada, Ash-Shalihun. Dan termasuk pula di dalamnya adalah pembawa panji petunjuk, pelita di tengah kegelapan, dan orang-orang yang mempunyai budi pekerti yang luhur dan keutamaannya, dan juga para imam yang kaum muslimin bersepakat atas petunjuk dan keilmuan mereka. Mereka adalah At-Thaifah Al-Manshurah, yang disebutkan di dalam hadis,

لَا يَزَالُ مِنْ أُمَّتِي أُمَّةٌ قَائِمَةٌ بِأَمْرِ اللَّهِ مَا يَضُرُّهُمْ مَنْ كَذَّبَهُمْ وَلَا مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ عَلَى ذَلِكَ

Akan senantiasa ada dari umatku sebuah umat yang menegakkan perintah Allah, tidak membahayakan mereka orang yang mendustakan mereka, tidak pula yang menyelisihi mereka hingga keputusan Allah datang kepada mereka sedang mereka masih dalam keadaan seperti itu,” [HR Bukhari].

Dengan demikian, kelompok yang selamat atau Al-Firqatun Najiyah adalah kelompok yang tersebar di kalangan seluruh kaum muslimin yang meniti jejak Rasul dan para sahabatnya. Sehingga, nampaklah kebatilan orang-orang yang menganggap bahwa hanya orang-orang yang bergabung bersama kelompoknya saja yang berhak mendapat julukan Al-Firqatun Najiah dan yang selainnya adalah kelompok yang celaka.

Fudhail bin Iyadh berkata, "Seorang bertanya kepada Imam Malik, Wahai Abu Abdullah, siapakah Ahlu Sunah itu?

Imam Malik menjawab, “Orang yang tidak memiliki laqob (julukan) yang diketahui. Tidak pula jahmiy (pengikut paham Jahmiah), tidak rafidi (penganut Syiah Rafidah), tidak qadariy (penganut paham Qadariah)."

Imam Nawawi ketika menerangkan hadis Rasulullah , “Akan senantisa ada segolongan dari umatku yang mereka berada diatas kebenaran,” beliau mengatakan,

Hadis ini mengandung pengertian bahwa kelompok tersebut terpencar di semua komunitas kaum muslimin. Di antara mereka ada para pemberani yang senantiasa berperang, dan di antara mereka ada ahli fikih, ada pula ahli hadis, ahli zuhud, dan penyeru kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar. Dan termasuk pula di dalamnya orang-orang selain mereka dan para ahli kebaikan.”

Abdul Akhir Hammad Al-Ghunaimiy, pen-tahzib Syarah Aqidah Thahawiyah, ketika menyebutkan hadis Rasulullah yang berbunyi, “Diin ini akan senantiasa tegak dan berperang di atasnya segolongan dari kaum muslimin samapi datangnya hari kiamat,berkata:

“Hal ini--wallahu a'lam--memberi penngertian bahwa para mujahidin di jalan Allah adalah orang yang paling utama untuk masuk ke dalam kelompok tersebut. Oleh karena itu, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata tentang pasukan Tar-Tar dan kewajiban memeranginya,

‘Adapun sekelompok kaum muslimin yang berada di syam, dan mesir dan yang selainnya, maka mereka pada saat ini merupakan orang yang paling berhak untuk masuk dalam kategori At-Thaifah Al-Manshurah, seperti yang disebutkan oleh Rasulullah :

“Akan senantiasa ada sekelompok dari umatku yang senantiasa berada diatas kebenaran dan tidak akan mampu memberikan kecalakaan kepada mereka orang yang menghinakan mereka atau orang yang menyelisihi mereka sampai datangnya hari kiamat,” (Majmu Fatawa: 28/ 531).

*Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Quran At-Taqwa Nguter, Sukoharjo

Referensi:
Abu Dawud, Sulaiman bin Al-Asy As-Sajastani. 1419/1998. Sunan Abi Dawud. -------: Darul Ibnu Hazm.

Ad-Darimi, Abu Muhammad Abdullah bin Abdurrahman bin Al-Fadhl. 1421/2000. Sunan Ad-Darimi. -------: Darul Mughni.

Ahmad bin Hambal, Abu Abdillah. 1419/1998. Musnad Ahmad. ------: Baitul Afkar Ad-Dawliah.

Al-Abadiy, Muhammad Syamsul Adzim. 1399/1979. Aunul Ma’bud. -------: Daarul Fikr

Al-Ajury, Abu Bakar bin Muhamamd bin Al-Husain. 1416/1996. Asy-Syariah. -------: Muassah Qurtubah.

Al-Ashimiy, Abdurrahman bin Muhammad bin Qasim. 1418/1997. Majmu Fataawa.

Al-Ghunaimi, Abdul Akhir. 1416/1995. Al-Minhah Al-Ilahiah fi Tahdzibi Syarah Aqidah At-Thahawiah. --------: Daarus Sahabah.

Al-Khattabiy. 1351/1932. Maalimus Sunan. -------: Muhammad Raghib At-Tabbakh

An-Nawawi, Yahya bin Syaraf. 1421/2000. Syarah Sahih Muslim. --------: Daarul Kutub Al-Ilmiah

As-Sindy, Abul Hasan Al-Hanafi. 1416/1996. Syarah Sunan Ibnu Majah. --------: Darul Marifah

Fudhail bin Iyadh. Madarikut Tadrib Wataqribul Masalik. Maktabah Syamilah

http://muntada.islammessage.com

http://www.nokhbah.net


Ibnu Majah, Abu Abdillah Muhammad bin Yazid Ar-Rabii. 1420/1999. Sunan Ibnu Majah. -----: Darus Salamah.
Diberdayakan oleh Blogger.