Halloween party ideas 2015
Tampilkan postingan dengan label Quran. Tampilkan semua postingan


Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَه

"Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Quran dan mengajarkannya," [Muttafaq Alaih].

Berkata Syekh Utsaimin Rahimahullah:

"Sabda ini ditujukan kepada seluruh umat Islam. "Sebaik-baik manusia" adalah yang memiliki dua sifat ini; belajar Quran dan mengajarkannya kepada orang lain.

Belajar dan mengajarkan Quran mencakup mempelajarinya dan mengajarkan lafaz dan makna Alquran.

Barangsiapa yang menghafal Quran, lalu mengajarkan bacaan Quran kepada orang lain, atau pun menuntun orang lain untuk menghafalnya, maka dirinya termasuk orang-orang yang mengajarkan Alquran.

Dari sini dapat kita ketahui betapa besar keutamaan halaqah-halaqah di berbagai masjid yang banyak tersebar di berbagai negara. Mereka mengajarkan Quran kepada anak-anak. Subhanallah...

Barangsiapa yang berpartisipasi dalam hal ini, berarti ia juga ikut andil dalam memanen pahala.

Barangsiapa yang mengikutsertakan anak-anaknya ke dalam halaqah seperti ini, berarti ia juga ikut andil dalam memanen pahala.

Demikian juga dengan para donatur yang memberikan sumbangan untuk kelangsungan operasionalnya.

Semua termasuk di dalam sabda beliau:

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَه

"Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Quran dan mengajarkannya," [Muttafaq Alaih].

Sumber:
Al-Utsaimin, Muhammad bin Shalih. 2008. Syarah Riyadhus Shalihin - Jilid 3. Jakarta Timur: Darus Sunnah
===============
Info Pendaftaran Santri Baru Pondok Pesantren Tahfidzul Quran At-Taqwa Sukoharjo: http://goo.gl/z1aqN4
===============
Berlangganan tausiyah:
[Telegram.me/pptqattaqwa Telegram.me/pptqattaqwa]
===============


Pertanyaan:
Mungkinkah menggunakan Alquran sebagai obat dari penyakit fisik? Jika iya, dapatkah Anda menyebutkan nama seseorang yang spesialis di bidang ini?

Jawaban oleh Tim Fatwa IslamWeb, di bawah pengawasan Syeikh Abdullah Faqih Asy-Syinqiti
Segala puji hanya bagi Allah, Rabb semesta alam. Saya bersaksi bahwa tidak ada Illah yang hak untuk diibadahi kecuali Allah, dan Muhammad adalah HambaNya dan UtusanNya.

Banyak manusia yang percaya bahwa Quran adalah obat bagi beberapa penyakit tertentu, seperti epilepsi (kejang), juga gejala-gejala lainnya yang berkaitan dengan kesurupan, tetapi bukan penyakit jasmani (fisik).

Hal ini bertentangan dengan ayat-ayat Alquran dan hadis yang relevan, yang menunjukkan bahwa Alquran adalah obat bagi penyakit jasmani.

Selain itu, Adzkar (zikir dan wirid) dan doa-doa yang sahih yang diajarkan oleh Rasulullah adalah obat bagi penyakit jasmani.

Allah berfirman, “Dan telah Kami turunkan Alquran sebagai penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman,” (QS Al-Isra: 82).

Ayat-ayat Alquran adalah penawar (obat) dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. Ibnu As-Sa’di Rahimahullah berkata bahwa Alquran mengandung penawar bagi semua penyakit, termasuk penyakit jasmani.

Allah berfirman, “Katakanlah, “Ia, bagi mereka yang beriman, adalah petunjuk dan penawar,” (QS 41: 44).

Ibnu As-Sa’di Rahimahullah mengambil kesimpulan dari ayat ini bahwa Alquran mengandung penawar bagi semua penyakit jasmani, dan juga penyakit hati, pikiran, dan jiwa.

Berikut adalah dalil sahih dari As-Sunah yang menunjukkan bahwa Alquran adalah penawar bagi penyakit jasmani:

1. Ketika Abu Said Al-Khudri Radhiyallahuanhu membaca Surat Al-Fatihah sebagai ruqyah (Quranic healing) bagi seorang nonmuslim yang sakit, Allah menyembuhkannya. Ketika Abu Said Al-Khudri Radhiyallahuanhu menyampaikan hal tersebut kepada Rasulullah , maka Rasulullah mengizinkan apa yang telah dilakukan Abu Said Al-Khudri, (HR Bukhari).

Ibnul Qayyim Rahimahullah, mengambil kesimpulan dari hadis ini bahwa dampak dari membaca Alquran sebagai ruqyah untuk menyembuhkan beberapa penyakit adalah lebih baik daripada dampak yang dihasilkan dari obat-obatan.

2. Rasulullah terbiasa membacakan Surat Al-Falaq dan An-Naas kepada anggota keluarganya yang sakit. Imam Muslim meriwayatkan hadis ini dari Ibunda Aisyah Radhiyallahuanha.

Ada banyak dalil yang berkaitan tentang masalah ini, tetapi apa yang telah disebutkan di atas kiranya mencukupi. Agar ruqyah benar-benar efektif sebagai penyembuh, orang yang meruqyah dan diruqyah harus memiliki keyakinan yang tulus kepada Allah .

Kami tidak bisa menyebutkan satu nama siapa yang bisa melakukan ruqyah kepada Anda. Ada banyak orang saleh yang bisa melakukannya, dan kami yakin Anda pun bisa menemukan salah satu dari mereka. Wallahu’alam bish shawwab.

Sumber:

Terjemah:
Irfan Nugroho

Staf pengajar di Pondok Pesantren Tahfidzul Quran At-Taqwa Sukoharjo



Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
ليس شيء أنفع للعبد في معاشه ومعاده وأقرب إلى نجاته من تدبر القرآن
مدارج السالكين ١/٤٥١

"Tiada yang lebih bermanfaat bagi seorang hamba di dalam kehidupan (dunia) dan akhirat, serta yang lebih mendekatkannya pada keselamatan, kecuali tadabur Alquran," (Madarijus Salikin, 1/451).

~Syaikh DR. Abdul Aziz Ar Rasyid
@aziz_rashed13
=========
Ajak keluarga & teman untuk bergabung di channel Pondok Pesantren Tahfidzul Quran At-Taqwa Nguter-Sukoharjo:

Telegram.me/pptqattaqwa

~Jika Melihat Kezaliman dan Enggan Menghentikannya, Maka Allah Akan...~

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا عَلَيْكُمْ اَنْفُسَكُمْ ۚ  لَا يَضُرُّكُمْ مَّنْ ضَلَّ اِذَا اهْتَدَيْتُمْ   ؕ  اِلَى اللّٰهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيْعًا فَيُـنَـبِّـئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ

"Wahai orang-orang yang beriman! Jagalah dirimu; (karena) orang yang sesat itu tidak akan membahayakanmu apabila kamu telah mendapat petunjuk. Hanya kepada Allah kamu semua akan kembali, kemudian Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan," [QS. Al-Ma'idah: 105].

Ketika menafsirkan ayat di atas, Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahuanhu mengutip sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم:

يَقُولُ إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوْا ظَالِمًا فَلَمْ يَأْخُذُوا عَلَى يَدَيْهِ أَوْشَكَ أَنْ يَعُمَّهُمْ اللَّهُ بِعِقَابٍ مِنْه

"Sesungguhnya jika manusia melihat orang yang berbuat zalim, namun mereka tidak mencegahnya, hampir saja Allah meratakan siksaan kepada mereka semuanya," [HR Tirmidzi: Hasan Shahih, Abu Daud, Ibnu Majah, Ahmad].
===============
Telegram: telegram.me/pptqattaqwa Website: http://www.el-taqwa.com
Whatsapp: +6285647172180
Facebook: facebook.com/pptqattaqwa
===============
Donasi untuk Pondok Pesantren Tahfidzul Quran At-Taqwa Nguter, Sukoharjo:
(BRI): 6913-01-018205-53-4
a/n PP Tahfizhul  Qur'an At-Taqwa
Konfirmasi: +6285647172180


Banyak hal menakjubkan tentang mereka para ahli Al-Quran.

Dikenal sebagai seorang pembaca Quran yang masyhur, Qaaluun ternyata seorang yang tuli dan tidak bisa mendengar apa-apa meskipun dari tanduk (horn: pengeras suara/suara yang keras).

Akan tetapi, ketika ada orang yang membaca Al-Quran, ia mampu mendengarkannya dengan saksama, [dalam Ghaayat An-Nihaayah].

Sumber:
Twit Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid (@almunajjid_En).
=========
Ajak keluarga & teman untuk bergabung dengan channel Pondok Pesantren Tahfidzul Quran At-Taqwa Nguter-Sukoharjo di:

Telegram.me/pptqattaqwa
Facebook.com/pptqattaqwa
www.el-taqwa.com


Sebagaimana moda transportasi pada umumnya yang memiliki kelas-kelas tertentu seperti ekonomi, patas, eksekutif dan VIP, pun demikian dengan surga yang ternyata juga memiliki banyak tingkatan-tingkatan.

Ketika menjelaskan hadist:
يُقَالُ لِصَاحِبِ الْقُرْآنِ اقْرَأْ وَارْقَ وَرَتِّلْ كَمَا كُنْتَ تُرَتِّلُ فِي الدُّنْيَا فَإِنَّ مَنْزِلَتَكَ عِنْدَ آخِرِ آيَةٍ تَقْرَؤُهَا

Akan dikatakan kepada ahli Quran, ‘Bacalah! Dan naiklah! Serta bacalah dengan tartil sebagaimana engkau membacanya dengan tartil sewaktu di dunia, karena sesungguhnya kedudukanmu ada di akhir ayat yang kamu baca,” [HR Ahmad].

Al-Mundziri, dalam kitab At-Targhib wa At-Tarhib, mengatakan bahwa surga memiliki 30 tingkatan, dengan level kenikmatan dan fasilitas yang berbeda-beda di tiap tingkatannya. Seseorang akan menempati tingkatan surganya tergantung kebiasaannya membaca Quran ketika di dunia. Artinya, jika seseorang di dunia terbiasa mengkhatamkan Quran 30 juz, maka kelak ia akan menempati surga dengan tingkatan tertinggi, yakni di tingkat ke-30.

Begitu pun jika seseorang membaca Quran hanya sampai pada juz ke-10 dan seumur hidupnya belum pernah membaca sampai tamat, maka kelak - jika ia diputuskan oleh Allah untuk menjadi penghuni surga - surganya pun hanya sampai di tingkat yang ke-10.

Ada pula penjelasan dari ulama lain dari kalangan salaf yang mengatakan bahwa yang dimaksud di dalam hadist tersebut bukanlah sekedar bacaan Quran, tetapi hafalannya. Meski demikian, ada satu kesamaan di dalam dua penjelasan tersebut, yakni motivasi untuk senantiasa dekat dengan Al-Quran, dorongan untuk mencintai Quran.

Sayang seribu sayang, banyak di antara kita para orang tua yang kesulitan untuk bisa istiqamah memperbanyak jumlah bacaan Quran, apalagi meningkatkan nominal hafalannya. Sering kita temui banyak pemuda yang bisa "ngebut" dalam membaca, dengan tetap berada di dalam koridor tajwid dan tahsin, tetapi tidak dengan orang tua. Syaraf motorik mereka sudah tidak bisa gesit seperti pemuda seumuran kita, hingga wajar jika dalam setahun mungkin mereka baru selesai membaca Quran sebanyak 30 juz.

Meski demikian, tidak tertutup peluang bagi para orang tua yang kurang lancar dalam membaca Quran - bahkan untuk yang tidak bisa sekali pun - untuk menempati surga di tingkat ke-30 itu.

Bagaimana bisa? Kaidah pokoknya mudah, yakni dengan mengelola aset kita tersebut, anak-anak kita itu, dengan menerapkan kaidah Prophetic Parenting (Seni menjadi orang tua dengan mengikuti metode kenabian) seperti berikut:

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَه

“Jika salah seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah segala amalannya kecuali tiga perkara; sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya,” [HR Muslim].

Punya harta? Sedekahkan secara jariah untuk membiayai pendidikan mereka di pondok-pondok tahfiz nan Islami. Punya ilmu Quran? Transferkan kepada mereka. Punya anak? Ajari ia ilmu dan adab, persis seperti petuah Ali bin Abi Thalib Radhiyallahuanhu ketika menjelaskan QS At-Tahrim: 06.

Satu lagi yang perlu diingat, banyak dari kita para orang tua yang tidak seberuntung mereka memiliki satu atau semua kompetensi di atas; harta, ilmu dan keturunan, tapi peluang itu pun masih tetap terbuka:

مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِه

“Barangsiapa dapat menunjuki seseorang pada suatu jalan kebaikan, maka baginya pahala yang sama seperti orang yang melakukannya,” [HR Muslim].

Artinya, peluang untuk menerapkan kaidah "دل على خير" (menunjukkan pada jalan aikan) terbuka begitu lebar. Kita masih bisa berkontribusi dengan apa-apa yang kita punya dan kita bisa, baik dengan lisan atau pun dengan perbuatan.

Mungkin inilah yang dimaksudkan oleh Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam dalam fragmen cerita yang tercatat rapi di dalam Musnad Ahmad seperti berikut:

َإِنَّ الْقُرْآنَ يَلْقَى صَاحِبَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حِينَ يَنْشَقُّ عَنْهُ قَبْرُهُ كَالرَّجُلِ الشَّاحِبِ فَيَقُولُ لَهُ هَلْ تَعْرِفُنِي

Pada hari kiamat, saat kubur seseorang terbelah, Al-Quran akan menemui pemiliknya seperti orang kurus. Ia berkata, "Apa kau mengenaliku?"

فَيَقُولُ مَا أَعْرِفُك

Pemilik Al-Quran menjawab, "Aku tidak mengenalimu."

فَيَقُولُ لَهُ هَلْ تَعْرِفُنِي

Ia berkata lagi, "Apa kau mengenaliku?"

فَيَقُولُ مَا أَعْرِفُك

Pemilik Al Quran menjawab, "Aku tidak mengenalimu."

فَيَقُولُ أَنَا صَاحِبُكَ الْقُرْآنُ الَّذِي أَظْمَأْتُكَ فِي الْهَوَاجِرِ وَأَسْهَرْتُ لَيْلَكَ

Ia berkata, "Aku adalah temanmu, Al Quran, yang membuatmu haus di tengah hari dan membuatmu begadang di malam hari."

وَإِنَّ كُلَّ تَاجِرٍ مِنْ وَرَاءِ تِجَارَتِه وَإِنَّكَ الْيَوْمَ مِنْ وَرَاءِ كُلِّ تِجَارَة

Setiap pedagang berada di belakang dagangannya dan engkau hari ini berada di belakang daganganmu.

فَيُعْطَى الْمُلْكَ بِيَمِينِهِ وَالْخُلْدَ بِشِمَالِهِ وَيُوضَعُ عَلَى رَأْسِهِ تَاجُ الْوَقَارِ وَيُكْسَى وَالِدَاهُ حُلَّتَيْنِ لَا يُقَوَّمُ لَهُمَا أَهْلُ الدُّنْيَا

Kemudian, pemilik Al-Quran itu diberi kerajaan di tangan kanannya dan keabadian di tangan kirinya. Di kepalanya dikenakan mutiara kemuliaan dan kedua orang tuanya dikenakan dua hiasan yang tidak bisa dinilai oleh penduduk dunia.

فَيَقُولَانِ بِمَ كُسِينَا هَذِه

Lalu, kedua orang tua si pemilik Al-Quran itu bertanya, "Kenapa aku dikenakan perhiasan ini?"

فَيُقَالُ بِأَخْذِ وَلَدِكُمَا الْقُرْآن

Dikatakan pada kedua orang tua si pemilik Al-Quran tadi, "Karena anak kalian berdua mempelajari Al Quran."

ثُمَّ يُقَالُ لَهُ اقْرَأْ وَاصْعَدْ فِي دَرَجَةِ الْجَنَّةِ وَغُرَفِهَا

Kemudian dikatakan pada pemilik Al-Quran tadi, "Bacalah! Dan naiklah ke tingkat surga dan kamar-kamarnya."

فَهُوَ فِي صُعُودٍ مَا دَامَ يَقْرَأُ هَذًّا كَانَ أَوْ تَرْتِيلًا

Maka si pemilik Al-Quran tadi terus menerus naik tingkatan surganya, selama ia membaca Al-Quran, baik dengan cepat atau pun dengan tartil," [HR Ahmad & Ad-Darimi, Syaikh Albani menyebutkannya dalam As Shohihah: 2829].

Subhanallah..! Maha Suci Allah yang Maha Adil. Anak yang dulu kita biayai dalam menempuh studi di ma'had-ma'had Qurani, akan "membelikan surga" bagi kita di akhirat dengan bacaan Qurannya, dengan hafalannya. Anak yang dulu membonceng kita menuju majelis-majelis Quran dengan sepeda onthel nan reot itu akan memboncengkan kita para orang tua menuju Jannah.

Inilah gambaran interaksi atau kerja sama yang apik antara orang tua dan anak dalam perjalanan menuju satu keluarga di dunia dan di surga. Persis seperti gambaran Allah Subhanahu Wa Ta'ala:

جَنّٰتُ عَدْنٍ  يَّدْخُلُوْنَهَا وَمَنْ صَلَحَ مِنْ اٰبَآٮِٕهِمْ وَاَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيّٰتِهِمْ‌ وَالْمَلٰٓٮِٕكَةُ  يَدْخُلُوْنَ عَلَيْهِمْ مِّنْ كُلِّ بَابٍ‌ۚ


"(yaitu) surga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu;" [QS. Ar-Ra'd: 23].

سَلٰمٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ‌ فَنِعْمَ  عُقْبَى الدَّارِؕ

"(sambil mengucapkan): "Salamun 'alaikum bima shabartum". Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu," [QS. Ar-Ra'd: 24].

Semoga Allah menyatukan kita para orang tua dengan anak-anak kita di dunia dan di surga. Aamiin..

Sukoharjo, 14 Juli 2015 (27 Ramadhan 1436 H)

Irfan Nugroho, S.Pd
Staf pengajar Bahasa Inggris di Pondok Pesantren Tahfizul Quran At-Taqwa Nguter, Sukoharjo.


Oleh Mustofa Ali Gufron*
Islam mampu mencapai puncak kejayaannya dan menguasai peradaban dunia selama lebih dari 700 tahun sebelum bangsa-bangsa Barat karena umat Islam pada waktu itu berpegang teguh kepada Al-Quran. Tidak heran jika peradaban Islam menguasai dunia dan berkembang dengan pesat.

Sementara kini, umat Islam mengalami kemunduran. Sumber kemerosotan kaum muslimin yang paling jelas dan nyata adalah karena mereka menjadi jauh dari sumber ajaran agamanya, Al-Quran. Itulah sumber kemerosotan umat Islam yang pertama. Umat Islam kehilangan motivasi agama yang di dalamnya terkandung semangat dan ruh sebagai tenaga pendorong menuju puncak kejayaan peradaban.

Jauhnya umat dari Al-Quran merupakan suatu masalah yang sangat besar, yang begitu fundamental di dalam tubuh kaum muslimin. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

إن الله يرفع بهذا الكتاب أقوامًا ويضع به آخرين

“Sesungguhnya Allah mengangkat beberapa kaum dengan Kitab (Al-Quran) ini dan menghinakan yang lain dengannya pula,” (HR Muslim, 996).

Para musuh Islam berusaha keras untuk menjauhkan kaum muslimin secara personal maupun berjamaah dari sumber utama kekuatannya, Al-Quran. Hal ini telah diungkapkan di dalam Al-Quran sendiri, yang menjelaskan salah satu cara musuh-musuh Islam dalam memerangi kaum muslimin,

وَقَالَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ لَا تَسْمَعُوا۟ لِهَٰذَا ٱلْقُرْءَانِ وَٱلْغَوْا۟ فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَغْلِبُونَ

“Dan orang-orang yang kafir berkata: "Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan Al Qur'an ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan (mereka),” (QS Al-Fushilat: 26).

Kesibukan kita terhadap Al-Quran kini diganti dengan sekedar menontot sinetron atau acara televisi lainnya, bisa musik, konser musik dan bentuk perbuatan lain yang melalaikan kita dari Al-Quran, yang sebenarnya di balik itu semua ada peran orang-orang kafir dan munafik untuk mengalihkan kita dari Islam, dari petunjuk Allah, Al-Quran Al-Karim.

Padahal, Nabi Shalallahu 'Alaihi Wasallam telah secara gamblang mewasiatkan agar kita senantiasa berpegang teguh kepada kedua warisan beliau (Al-Quran dan Sunnah), karena dengan inilah kita tidak akan tersesat dari jalan yang lurus.

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّه

“Telah aku tinggalkan untuk kalian dua perkara yang kalian tidak akan tersesat selama kalian berpegang teguh dengan keduanya, Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya,” (HR Malik).

Semestinya kedua perkara ini menjadi rujukan utama kaum muslimin, baik dalam urusan kecil maupun besar, baik urusan pribadi maupun bermasyarakat. Keduanya merupakan sumber kemuliaan dan kebanggaan kaum muslimin. Jika mereka akrab dengannya, niscaya mereka akan menjadi mulia. Jika mereka jauh dari keduanya, niscaya mereka akan dihinggapi kehinaan sebagaimana yang tampak dewasa ini.

Ada pun bentuk-bentuk meninggalkan Al-Quran sebagaimana telah disebutkan oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyah adalah sebagai berikut (setiap bentuknya memiliki perbedaan kadar dari yang lainnya):

Pertama: tidak mau mendengarkannya, mengimaninya dan memperhatikannya. Hal ini telah menyelisihi perintah Allah Subhanahu Wa Ta'ala:

وَإِذَا قُرِئَ ٱلْقُرْءَانُ فَٱسْتَمِعُوا۟ لَهُۥ وَأَنصِتُوا۟ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

“Dan apabila dibacakan Al Qur'an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat,” (QS Al-A’raaf: 204).

Kedua, tidak mau mengamalkannya dengan tidak memperhatikan apa yang telah dihalalkan dan apa yang diharamkan, walaupun seseorang telah membacanya dan mengimaninya. Padahal, dalam ayat yang disebutkan di atas, Al-Quran adalah petunjuk kepada jalan yang lurus, yang bermakna bahwa menghindarkan diri dari mengamalkannya akan berujung pada kesesatan yang benar-benar nyata.

Ketiga, tidak mau berhukum dengan Al-Quran, baik dalam masalah aqidah maupun yang lainnya, kemudian menganggap Al-Quran tidak memberi keyakinan dan lafaz-lafaz di dalamnya tidak menghasilkan keilmuan di dalam dirinya.

Keempat, tidak merenunginya, memahaminya, dan tidak berusaha untuk mengetahui Al-Quran.

Marilah kita renungi kembali dan melihat kebenaran Al-Quran dengan penuh kejujuran. Sudahkan kita menjadikan Al-Quran sebagai pedoman hidup, petunjuk jalan kebenaran, tempat mengadu dan mencari solusi?

Marilah kita sama-sama kembali kepada Al-Quran dengan mempelajarinya, memahaminya, dan tentu saja mengamalkannya. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta'ala menggerakkan hati kita, memudahkan langkah kita dan umat Islam lainnya untuk kembali kepada Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya sehingga menjadi umat yang baik sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala:

كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ


“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah,” (QS Ali Imran: 110).

*Penulis saat ini (2015) masih berstatus sebagai santri kelas tiga Pondok Pesantren Tahfizul Quran At-Taqwa Nguter, Sukoharjo, Jawa Tengah.
Diberdayakan oleh Blogger.